Amal Perbuatan Termasuk Dalam Iman - Ustadz Azhari Asri

Penulis : Ustadz Azhari Asri
Kategori : Aqidah
Amal Perbuatan Termasuk Dalam Iman
(Bantahan atas Hanafiyah dan Murjiah)

            Pembahasan amal termasuk iman sangatlah layak kita tampilkan dalam rubrik AQIDAH kali ini berkaitan dengan kajian utama majalah kita, yaitu wacana Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Hal ini disebabkan lantaran salah satu hujatan para Imam Jarh wat Ta’dil (Koreksi dan pembelaan) terhadap dia rahimahullah dalam bidang kepercayaan ialah ketergelinciran dia dalam pemahaman Murjiah yang menyatakan amal bukan termasuk iman.

            Hal ini ditegaskan lagi oleh Imam Abu Ahmad Abdullah bin Adi Al Jurjani (wafat tahun 365 H) dalam kitab Al Kamil Fi Dluafa’ir Rijal jilid 7 halaman 8, dia berkata : Abdul Malik menceritakan kepada kami, Yahya bin Abduka menceritakan kepada kami, dia berkata : Saya mendengar Al Muqri berkata : “Abu Hanifah menceritakan kepada kami dan dia ialah Murjiah.” Sambil Al Muqri mengeraskan suaranya dengan bunyi yang tinggi. Ditanyakan kepada Al Muqri : “Kenapa engkau meriwayatkan (hadits) darinya sedangkan dia berpaham Murjiah?” Dia menjawaban : “Sesungguhnya saya menjual daging bersama tulang.” Ibnu Adi rahimahullah juga berkata : Telah menceritakan kepada kami, Abdullah bin Abdul Hamid, Ibnu Abi Bazzah menceritakan kepada kami, saya mendengar Al Muqri berkata : “Abu Hanifah menceritakan kepadaku dan dia berpemahaman Murjiah. Dia menyeru saya kepada pemahaman Murjiah tetapi saya menolaknya.”

Baca Juga

            Ucapan Ibnu Adi tersebut juga dinukil oleh Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al Wadi’i dalam kitabnya Nasyrus Shahifah Fi Dzikris Shahih Min Aqwal Aimmatil Jarh Wat Ta’dil Fi Abi Hanifah halaman 302. Pemahaman dia tersebut juga diikuti oleh orang-orang yang mengikuti madzhab beliau, madzhab Hanafiyah. Di antaranya, Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Ath Thahawi (wafat tahun 321 H). Beliau menyampaikan dalam Aqidah Thahawiyah : “Iman ialah ikrar dengan verbal dan membenarkan dengan hati.” Bahkan Imam Ibnu Abil Izzi Al Hanafi (wafat tahun 792 H) berusaha membela pendapat tersebut dalam Syarah Aqidah Thahawiyah pada halaman 33 dari kitab tersebut (cetakan Maktabatil Islami, tahun 1988 M), dia menegaskan bahwa perselisihan antara Abu Hanifah dengan imam-imam lainnya dari kalangan Ahlus Sunnah ialah semata-mata perselisihan secara lafadh, tidak menjadikan kerusakan pada i’tiqad (keyakinan).

            Pernyataan tersebut disanggah oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dalam ta’liq (catatan kaki) dia terhadap Aqidah Thahawiyah. Beliau menyatakan pada halaman 22, cetakan Maktabah As Sunnah : “Perselisihan antara mereka (kaum Murjiah) dengan Ahlus Sunnah dalam duduk kasus iman bukan semata-mata (perselisihan) secara lafadh bahkan mencakup beberapa aspek perselisihan secara lafadh dan makna yang menjadikan aneka macam aturan yang spesialuntuk dipahami oleh orang yang men-tadabbur ucapan Ahlus Sunnah dan ucapan Murjiah, wallahu musta’an.”

            Pernyataan senada juga diterangkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam syarah dan ta’liq atas Aqidah Thahawiyah halaman 42-43. Perselisihan umat wacana permasalahan iman terbagi menjadi empat pendapat. Pertama, Ahlus Sunnah menyampaikan iman ialah ucapan, amal, dan i’tiqad. Kedua, Murjiah menyampaikan iman ialah ikrar dengan verbal dan membenarkan dengan hati. Ketiga, Karamiyyah menyampaikan iman ialah ikrar dengan lisan. Keempat, Jahmiyah menyampaikan iman ialah mengetahui dengan hati. (Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jamaah, cetakan Darut Thayyibah 2/830) Ketiga pendapat terakhir --yaitu yang tidak menyertakan amal sebagai potongan dari iman-- ialah pendapat yang bathil alasannya ialah berperihalan dengan dalil-dalil dari Al Kitab dan As Sunnah serta ijma’ para ulama Salaf.

Dalil-Dalil Yang Menunjukkan Amal Termasuk Iman

            Berikut kita bawakan dalil-dalil yang menyampaikan kebenaran madzhab pertama, Ahlus Sunnah wal Jamaah. Di antaranya : “Sesungguhnya orang-orang yang diberiman dengan ayat-ayat Kami ialah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat Kami mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhan-Nya sedang mereka tidak menyombongkan diri.” (As Sajdah : 15) Allah menafikan keimanan dari selain mereka. Maka barangsiapa dibacakan Al Qur’an kepadanya kemudian tidak melaksanakan apa yang diwajibkan Allah yaitu sujud (shalat, red.), dia tidak tergolong orang-orang Mukminin lantaran sujud dalam shalat lima waktu ialah wajib berdasarkan janji kaum Muslimin.

            Adapun sujud tilawah, masih terdapat perselisihan padanya[1]. Di ayat lain Allah Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang diberiman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah mereka bertawakal. Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan orang yang menafkahkan sebagian rezki yang Kami diberikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang diberiman dengan sebenar-benarnya … .” (Al Anfal : 2-4)

            Dalam ayat tersebut Allah menyebut sifat-sifat orang Mukmin dalam bentuk amal. Hal ini menyampaikan bahwa amal termasuk iman. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Yang mereka nanti-nanti tidak lain spesialuntuklah kehadiran malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kehadiran Tuhanmu atau kehadiran sebagian gejala Tuhanmu. Pada hari hadirnya sebagian gejala Tuhanmu, tidaklah bermanfaa lagi keimanan seseorang bagi dirinya sendiri yang belum diberiman itu atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah : “Tunggulah olehmu, sesungguhnya kami pun menunggu (pula).” (Al An’am : 158)

            Seperti itulah Allah menegaskan dalam firman-Nya bahwa keimanan orang-orang kafir, orang-orang yang mendustakan Rasul-Rasul-Nya, orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya dan orang-orang yang menghalangi dari jalan-Nya, tidaklah bermanfaa dikala muncul gejala hari final zaman bagi mereka yang tidak diberiman sebelumnya serta tidak melaksanakan amalan-amalan kebaikan di masa imannya. Ayat ini juga menyampaikan bahwa seluruh amal shalih termasuk potongan dari iman. Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang menjadi dalil bahwa amal ialah potongan dari iman.

            Sedangkan dalil-dalil dari sunnah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda kepada tamu rombongan Abdul Qais : “Aku memerintahkan kalian dengan empat kasus : Beriman kepada Allah semata. Apakah kalian mengetahui iman itu apa? Bersyahadat bahwa tidak ada ilah yang berhak kecuali Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan kalian mempersembahkan khumus (seperlima) dari rampasan perang.” (HR. Bukhari 523 dan Muslim 17 dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu).

            Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dia bersabda : “Iman itu tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih cabang. Paling utamanya ialah ucapan lailaha illallah. Dan paling rendahnya ialah menyingkirkan duri dari jalan. Dan aib termasuk cabang dari iman.” (HR. Bukhari 9 dan Muslim 35) Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dia bersabda : “Seorang pezina tidak akan berzina sedang ia dalam keadaan diberiman. Seorang peminum tidak akan minum khamr sedang ia dalam keadaan diberiman. Dan seorang pencuri tidak akan mencuri sedang ia dalam keadaan diberiman.” (HR. Bukhari 2475 dan Muslim 57).

            Seandainya meninggalkan dosa-dosa besar tersebut bukan termasuk iman pasti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menafikan kesempurnaan iman setiap pelaku dosa besar itu. Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan : “Demikian halnya para Salafus Shalih dari kalangan shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in seluruhnya setuju bahwa iman ialah ucapan, amal, dan niat (i’tiqad) dan bersama-sama amal termasuk potongan dari iman[2].”

            Bahkan mereka mengingkari dengan keras orang yang mengeluarkan amalan dari iman. Di antara yang mengingkari hal itu dan menganggapnya sebagai perkataan bid’ah ialah : Sa’id bin Jubair, Maimun bin Mihran, Qatadah, Ayyub As Sikhtiyani, An Nakhai, Az Zuhri, Ibrahim, Yahya bin Abi Katsir, dan lain-lain.

            Imam Ats Tsauri berkata : “Pendapat itu ialah pendapat bid’ah. Kami mendapat insan (para shahabat) beropini lain.” Imam Al Auza’i berkata : “Orang-orang terlampau dari kalangan Salaf (shahabat) tidak memisahkan antara amal dengan iman.” Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada penduduk beberapa negeri : “Amma ba’du, sesungguhnya iman mempunyai kewajiban-kewajiban dan syariat-syariat. Barangsiapa menyempurnakannya berarti imannya sudah sempurna. Dan barangsiapa belum menyempurnakannya berarti imannya belum sempurna[3].” Syubhat Dan Jawabannya

            Kalau dikatakan : “Dalam hadits Jibril (HR. Muslim nomor 8), Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memisahkan antara Islam dan iman dan menjadikan seluruh amalan-amalan potongan dari Islam bukan dari iman.” Syubhat tersebut sesungguhnya sudah dijawaban oleh Al Imam Al Hafidh Abu Faraj Ibnu Rajab Al Hanbali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam[4], dia berkata : “Adapun metode menjama’ nash-nash (yang sudah lewat, pent.) dengan hadits pertanyaan Jibril ‘Alaihis Salam wacana Islam dan iman, pemisalan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam antara keduanya dan dia memasukkan amalan-amalan potongan dari Islam, bukan potongan dari iman sesungguhnya akan terperinci jikalau mengikuti suatu kaidah ushul yaitu di antara nama-nama itu ada yang mencakup beberapa aspek aneka macam kasus dikala berdiri sendiri dan tidak berkaitan dengan yang lain. Ketika dikaitkan dengan nama lain maka nama tersebut spesialuntuk menyampaikan sebagian kasus saja, sedangkan nama yang dikaitkan dengannya menyampaikan sisanya, menyerupai fakir dan miskin.

            Jika salah satu dari keduanya berdiri sendiri maka setiap orang yang butuh termasuk padanya. Namun jikalau keduanya dikaitkan maka salah satu nama tersebut menyampaikan sebagian dari jenis-jenis orang yang mempunyai hajat dan selebihnya untuk yang lain. Demikian halnya nama Islam dan iman. Jika salah satu dari keduanya berdiri sendiri maka yang lain termasuk padanya. Salah satu dari keduanya menyampaikan yang lain dikala berdiri sendiri. Namun apabila keduanya digabungkan maka salah satu dari keduanya menyampaikan sebagian apa yang ditunjukkan dikala berdiri sendiri dan selebihnya untuk yang lain. Penjelasan semacam ini sudah ditegaskan oleh sejumlah ulama, di antaranya ialah Abu Bakar Al Ismaili (wafat tahun 371 H). Beliau menyampaikan dalam suratnya kepada penduduk suatu pegunungan : “Kebanyakan dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah berkata : Sesungguhnya iman itu ialah ucapan dan amal dan Islam ialah perbuatan yang diwajibkan Allah atas insan untuk dikerjakan. Jika setiap nama disebutkan berdasarkan definisinya masing-masing kemudian bergabung dengan nama lain, --seperti ucapan : Seluruh kaum Muslimin dan Mukminin-- maka makna yang diinginkan dari salah satunya tidak sama dengan yang diinginkan pada yang lain. Tetapi jikalau disebut satu saja dari dua nama itu maka mereka seluruhnya tercakup (artinya pengertian Muslim tercakup di dalamnya kalau disebutkan spesialuntuk kata Mukmin saja, ed.).”

            Sebagai bukti atas kebenaran klarifikasi itu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menafsirkan iman dikala disebutkan berdiri sendiri pada hadits wacana tamu rombongan Abdul Qais (yang sudah lewat) --seperti penafsiran dia terhadap Islam yang dikaitkan dengan iman dalam hadits Jibril. Sebaliknya, dia menafsirkan Islam dengan penafsiran iman dalam hadits lain.

            Hal ini sanggup dilihat dalam Musnad Imam Ahmad[5] dari Amr bin Unaisah radliyallahu 'anhu, dia berkata : Seseorang hadir kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, apakah Islam itu?” Beliau bersabda : “Engkau menyerahkan hatimu untuk Allah dan kaum Muslimin selamat dari verbal (kata-katamu) dan tanganmu.” Dia bertanya lagi : “Islam yang manakah yang lebih utama?” Beliau bersabda : “Iman.” Dia bertanya : “Apakah iman itu?” Beliau bersabda : “Engkau diberiman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kebangkitan sehabis mati.” Dia bertanya : “Amalan manakah yang lebih utama?” Beliau bersabda : “Engkau meninggalkan kejelekan.” Dia bertanya : “Hijrah mana yang lebih utama?” Beliau bersabda : “Berjihad.” Pada hadits di atas, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjadikan iman sebaik-baik Islam. Dan dia memasukkan amalan-amalan sebagai potongan dari iman. melaluiataubersamaini rincian ini, jelaslah permasalahan iman dan Islam, apakah keduanya mempunyai satu makna atau tidak sama. Sesungguhnya Ahlus Sunnah dan hadits juga berselisih pendapat dalam duduk kasus ini, sehingga mereka membuat aneka macam goresan pena menyangkut permasalahan tersebut.

            Ada yang menyatakan bahwa keduanya (iman dan Islam) satu makna dan ini sesuai dengan jumhur ulama. Di antara mereka ialah : Muhammad bin Nashr Al Marwazi dan Ibnu Abdil Bar. Ucapan ini juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri dari riwayat Ayyub bin Suwaid Ar Ramali dari Sufyan, cuma rawi Ayyub mempunyai kelemahan.

            Ada pula yang meriwayatkan dari Ahlus Sunnah bahwa keduanya tidak sama makna. Seperti Abu Bakar bin As Sam’an dan lain-lain. Di antara kaum Salaf yang menyatakan wacana perbedaan ini ialah : Qatadah, Dawud bin Abi Hind, Abu Ja’far Al Baqir, Az Zuhri, Hammad bin Zaid, Ibnu Mahdi, Syuraik, Ibnu Abi Zi’bin, Ahmad bin Hanbal, Abu Khaitsamah, Yahya bin Ma’in, dan lain-lain, walaupun alasan pembedaannya berlainan. Al Hasan (Al Bashri) dan Ibnu Sirin berkata bahwa seseorang itu Muslim dan keduanya enggan menyatakan Mukmin. Tetapi dengan klarifikasi yang kami (Ibnu Rajab) sebutkan, perbedaan itu terselesaikan. Maka dikatakan : “Jika Islam dan iman disebutkan dalam keadaan sendiri-sendiri maka tidak ada perbedaan di antara keduanya, sedangkan jikalau digabungkan maka keduanya mempunyai perbedaan.” Akibat Buruk Mengeluarkan Amal Dari Iman

            Pada pembahasan pertama sudah disinggung beberapa alasan pemahaman yang menyimpang dari i’tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam duduk kasus iman. Dari penyimpangan-penyimpangan itu akan muncul aneka macam keyakinan yang mengancam kepercayaan umat Islam, menyerupai ucapan Jahmiyah yang menyatakan iman ialah mengetahui dengan hati. Mereka menganggap orang-orang kafir mempunyai iman, alasannya ialah Allah berfirman wacana orang-orang Quraisy : “Sesungguhnya mereka tidak mendustakan engkau akan tetapi orang-orang yang dhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al An’am : 33) “Orang-orang (yahudi dan nashrani) yang sudah Kami diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad menyerupai mereka mengenal anak-anaknya sendiri.” (Al Baqarah : 146)

            Sedangkan orang-orang Karamiyah, mereka menganggap bahwa orang-orang munafik ialah Mukmin lantaran iman itu --menurut mereka-- ialah ikrar (pernyataan) dengan verbal saja. Begitu pula Murjiah, mereka menganggap bahwa iman para Rasul sama dengan iman Fir’aun dan semisalnya. Iman para shahabat sama dengan iman kaum munafikin, sehingga berdasarkan seluruh ucapan sesat mereka itu gugurlah seluruh beban/perintah syariat. Sebab tidak ada perbedaan antara yang berinfak dengan yang tidak beramal, yang diberiman dengan yang tidak diberiman di sisi mereka sama saja. cepatdangampang-gampangan kita dilindungi Allah Subhanahu wa Ta'ala dari aneka macam penyimpangan, baik kepercayaan maupun manhaj dan menunjuki kita ke jalan yang lurus, jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

[1] Lihat Salafy edisi 24 rubrik Ahkam.
[2] Bagi yang ingin merujuk kembali ucapan-ucapan mereka, silakan melihat kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah.
[3] Dinukil dari Iqadhul Himam Al Muntaqa min Jami’il Ulum wal Hikam li Ibni Rajab Al Hanbali oleh Syaikh Salim bin Ied Al Hilali, halaman 59 cetakan Darul Ibnul Jauzi.
[4] Lihat Iqadhul Himam halaman 59-70, juga dijelaskan panjang lebar oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Al Iman halaman 129-137, cetakan Darul Hadits, Ibnu Abil ‘Izzi Al Hanafi dalam Syarah Al Aqidah Thahawiyah halaman 344-351, cetakan Maktabah Al Islami.
[5] Disebutkan oleh Syaikh Salim Al Hilali pada juz 4 halaman 114 dengan sanad-sanadnya yang shahih dan rawi-rawinya tsiqah/terpecaya.

Sumber : Artikel Amal Perbuatan Termasuk Iman, oleh Ustadz Azhari Asri (Sebuah Bantahan Terhadap Madzhab Hanafiyah dan Murjiah) [SALAFY XXIX/1419/1999/AQIDAH]



DOWNLOAD GRATIS EBOOK/BUKU (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) , H.TATA NEGARA (Klik Disini)



Related Posts

0 Response to "Amal Perbuatan Termasuk Dalam Iman - Ustadz Azhari Asri"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel