Pencatatan Perjanjian Lesensi Kekayaan Intelektual

DOWNLOAD GRATIS EBOOK/BUKU TERBARU (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini) 
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) H.TATA NEGARA (Klik Disini)

Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual

Sejumlah undang-undang terkait dengan kekayaan intelektual mewajibkan pencatatan perjanjian lisensi ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kementerian Hukum dan HAM. Kewajiban pencatatan itu, menjadi syarat yang mesti dipenuhi ketika suatu perjanjian lisensi ingin diberlakukan terhadap pihak ketiga yang berkepentingan. Sebab, tanpa dicatat oleh Ditjen KI, perjanjian lisensi itu belum mempunyai jawaban aturan khususnya bagi pihak ketiga.

Baca Juga

“Semua undang-undang ini di bidang kekayaan intelektual memutuskan satu pasal yang sebut bahwa lisensi belum mengikat pihak ketiga apabila belum dicatatkan di Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Dirjen Kekayaan Intelektual Ahmad M Ramli di kantornya, Kamis (25/2).

Undang-undang itu antara lain, UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, serta UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Misalnya, Pasal 83 ayat (1) UU Hak Cipta sebut bahwa perjanjian lisensi harus dicatatkan oleh menteri dalam daftar umum perjanjian lisensi hak cipta dengan dikenakan biaya. Sementara dalam UU Merek, disebutkan dalam Pasal 43 ayat (3) bahwa perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya ke Ditjen KI dengan dikenai biaya dan jawaban aturan dari pencatatan itu berlaku terhadap pihak yang bersangkutan dan pihak ketiga.

Dikatakan Ramli, selama ini implementasi pencatatan perjanjian lisensi yang dimohonkan oleh pemohon, dalam hal ini pemdiberi lisensi atau peserta lisensi belum sanggup dihukum oleh Ditjen KI. Problemnya, karena belum ada payung aturan bagi Ditjen KI untuk melakukan pencatatan perjanjian lisensi itu. Padahal, tanpa ada pencatatan oleh Ditjen KI, perjanjian lisensi itu tidak mempunyai jawaban aturan bagi pihak ketiga.

Sebagai contoh, Pasal 83 ayat (3) UU Hak Cipta yang tegas menyatakan ketika perjanjian lisensi tidak dicatat, maka perjanjian lisensi itu tidak mempunyai jawaban aturan terhadap pihak ketiga. “Telah usang dinantikan oleh masyarakat (dasar aturan pencatatan perjanjian lisensi, red). Sebab, hingga ketika ini belum pernah ada dasar aturan untuk pencatatan lisensi kekayaan intelektual,” tutur Ramli.

Melihat kondisi menyerupai itu, secara resmi Menteri Hukum dan HAM kesannya mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Teknik Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual. Aturan yang diputuskan pada 24 Februari 2016 itu diterbitkan karena banyak pihak, terutama pemilik hak atas kekayaan intelektual.

“Lahirnya Permen ini, pencatatan perjanjian lisensi sudah sanggup dihukum oleh Direktorat Jenderal,” tutup Ramli.

Menkumham Yasonna H Laoly menyampaikan bahwa salah satu pertimbangan diterbitkannya aturan ini dalam rangka meningkatkan pelayanan dan mempersembahkan kepastian aturan bagi pemilik hak atau pemegang hak dari objek kekayaan intelektualnya kepada peserta lisensi. Tak spesialuntuk itu, dengan aturan ini diperlukan pendapatan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kemenkumham sanggup ditingkatkan.

“Diharapkan juga meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) Ditjen KI alasannya yaitu biaya mencatat lisensi sudah diputuskan dalam Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP,” ujar Yasonna di kawasan yang sama.

Dimintai tanggapannya, Deputi Fasilitasi Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif Ari Juliano Gema beropini Permenkumham Nomor 8 Tahun 2016 ini ialah terobosan dalam mengatur dilema pencatatan perjanjian lisensi. Menurutnya, aturan ini sanggup dijadikan sebagai petunjuk teknis dari aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya.

“Ini yaitu petunjuk teknis yang selama ini dinanti-nantikan jajaran di bawahnya dan para pemilik hak kekayaan intelektual,” ujar Ajo, sapaan akrabnya kepada hukumonline.

Syarat dan Tata Teknik Permohonan
Permohonan pencatatan perjanjian lisensi sanggup dilakukan secara elektronik dan non-elektronik. Jika secara elektronik, sanggup dilakukan melalui laman resmi (website) Ditjen KI. Sementara jikalau secara non-elektronik, undangan mesti diajukan secara tertulis kepada menteri.

Baik secara elektronik dan non-elektronik, pemohon diwajibkan melengkapi sejumlah syarat, menyerupai perjanjian lisensi, petikan akta kekayaan intelektual, serta bukti pembayaran biaya undangan pencatatan perjanjian lisensi. Sesudah itu, setiap undangan itu akan dilakukan investigasi untuk mengecek kelengkapan dokumen paling lambat 10 hari setelah undangan itu diterima.

Jika masih ada dokumen yang belum lengkap, terbaik 10 hari terhitung semenjak tanggal pemdiberitahuan belum sempurnanya kelengkapan dokumen wajib dilengkapi. Jika sudah lewat dari jangka waktu, maka undangan itu dianggap ditarik kembali.

Sementara, jikalau hasil investigasi ditetapkan lengkap, selanjutnya menteri akan mencatatkan perjanjian lisensi dan mengumumkannya dalam laman resmi Ditjen KI.  Selain itu, Pasal 10 aturan ini mengatur bahwa pencatatan perjanjian lisensi berlaku untuk jangka waktu lima tahun dan sanggup diperpanjang kembali dengan dikenai biaya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

DOWNLOAD GRATIS EBOOK/BUKU (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) , H.TATA NEGARA (Klik Disini)

Related Posts

0 Response to "Pencatatan Perjanjian Lesensi Kekayaan Intelektual"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel