Pengertian, Tujuan Obligasi(Surat Santunan Dengan Bunga) Syariah
A. Pengertian obligasi syariah
Instrumen pasar modal selain diwujudkan dalam bentuk saham, juga sanggup diwujudkan dalam bentuk obligasi (sukuk). Kata obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu obligate atau obligaat, yang berarti kewajiban yang tidak sanggup ditinggalkan atau surat pinjaman suatu pinjaman negara atau tempat atau perseroan dengan bunga tetap.[1] Dalam Islam obligasi dikenal dengan nama sukuk. Pengertian obligasi (sukuk) dalam pasar modal syariah mempunyai makna lebih luas, yaitu mempunyai beberapa kesepakatan yang sanggup digunakan.
Kata sukuk ialah istilah Arab yang sanggup diartikan sertifikat. Berdasarkan Peraturan No.IX.A.13 hasil keputusan Bapepam-LK Nomor: KEP-130/BL/2006 wacana penerbitan imbas syariah, pengertian Sukuk ialah imbas syariah berupa akta atau bukti kepemlikan yang bernilai sama dan mewakili bab penyertaan yang tidak terpisahkan atau terbagi atas:
1) Kepemilikan aset berwujud tertentu.
2) Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau acara investasi tertentu.
3) Kepemilkan atas aset proyek tertentu atau acara investasi tertentu.[2]
Pada pratiknya sukuk secara umum diidentikan sebagai ‘’obligasi’’ yang penerapannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No:32/DSN-MUI/IX/2002, pengertian obligasi syariah ialah suatu surat berharga jangka panjang menurut prinsip syariah yang dikeluarkan kepada emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar dana obligasi pada dikala jatuh tempo.[3]
Dari pengertian tersebut sanggup ditarik kesimpulan, bahwa obligasi syariah ialah surat legalisasi kerjasama yang mempunyai ruang lingkup yang lebih bermacam-macam dibandingkan spesialuntuk sekedar surat legalisasi utang. Kebergaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa kesepakatan yang sudah digunakan. Seperti kesepakatan mudhorobah, murabahah, salam, istishna, dan ijarah.
B. Prinsip obligasi syariah
Sesudah perusahaan menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah tersebut. Prinsip obligasi syariah antara lain:
1. Pembiayaan spesialuntuk untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan perjuangan yang spesifik, dimana harus sanggup diadakan pembukuan yang terpisah untuk memilih manfaat yang timbul.
2. Hasil investasi yang diterima pemilik dana ialah fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan perjuangan yang lain.
3. Tidak boleh mempersembahkan jaminan hasil perjuangan yang semata-mata ialah fungsi waktu dari uang (time value of money).
4. Obligasi tidak sanggup digunakan untuk menggantikan pinjaman yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn).
5. Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik perjuangan harus mengikat diri (aqad jaiz).
6. Pemilik dana sanggup mendapatkan pertolongan dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik perjuangan (emiten) mengikat diri untuk membatasi penerapan pendapatan sebagai biaya usaha.
7. Obligasi sanggup dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten (bila sesuai dengan ketentuan).
8. Obligasi sanggup dijual dibawah nilai pari (modal pertama) jikalau perusahaan mengalami kerugian.
9. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah pinjaman.[4]
C. Sejarah obligasi syariah
Obligasi syariah atau sukuk mulai dipergunakan oleh para pedagang Islam pada masa era pertengahan dalam konteks perdagangan internasional sebagai dokumen yang menandakan kewajiban finansial yang timbul dari perjuangan perdagangan dan acara komersial lainnya. Sejumlah penulis barat menyatakan bahwa sukuk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang dikala ini sudah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Councel (IJC) kemudian mengeluarkan ajaran yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA- Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate sukuk di pasar keuangan Islam internasional. INI sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan dengan sangat pesat. Suburnya perkembangan sukuk ini membuat pemerintahan di dunia Islam pun mulai tertarik pada hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk denag nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan hingga terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan pribadi terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak lagi contohnya.[5]
Di Indonesia secara resmi pasar modal syariah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrument pasar modal syariah sudah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek bekerja sama dengan Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Indeks pada tanggal 3 juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. melaluiataubersamaini hadirnya indeks tersebut maka para pemodal sudah disediakan saham-saham dan obligasi yang sanggup dijadikan masukana diberinvestasi dengan penerapan prinsip syariah. Maka munculah impian bahwa pasar modal yang didasari prinsip syariah sanggup berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syariah dibutuhkan sanggup mendorong pertumbuhan institusi-institusi forum keuangan syariah. Salah satu institusi tersebut ialah obligasi syariah. Perkembangan selanjutnya, instrument investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk, pada pertama september 2002. Instrument ini ialah obligasi syariah yang pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali obligasi syariah dengan kesepakatan sewa atau dikenal dengan obligasi syariah ijarah. Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrument gres yaitu reksadana indeks dimana indeks yang dijadikan underlying ialah Indeks Jakarta Islamic Indeks (JII).[6]
D. Profil obligasi syariah
PEMERINTAH "REPROFILLING" OBLIGASI REKAPITALISASI RP174,61 TRILIUN
Jakarta, 18/9 (Fiscal News). Pemerintah akan melaksanakan "reprofilling" atau merubah profil jatuh tempo obligasi rekapitalisasi sebesar Rp174,61 triliun dari total obligasi rekap di empat bank BUMN yang akan jatuh tempo sebesar Rp231,61 triliun. Demikian data planning reprofilling obligasi Pemerintah pada empat bank menyerupai disampaikan Ketua Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON) Depkeu Fuad Rachmani di Jakarta, Rabu. Perubahan jatuh tempo dilakukan pada obligasi yang jatuh tempo mulai 2004 hingga 2009, menjadi jatuh tempo mulai 2010 hingga 2020. Obligasi rekap bank BUMN yang akan jatuh tempo pada tahun 2004 sebesar Rp24,71 triliun dan akan direprofilling sebesar Rp22,75 triliun, sehingga Pemerintah pada tahun itu spesialuntuk akan membayar obligasi jatuh tempo (termasuk obligasi rekap di non bank BUMN)
sebesar Rp25,93 triliun.
Tahun 2005, yang jatuh tempo Rp22,98 triliun, yang direprofilling Rp14,16 triliun, sehingga obligasi yangharus dibayar Pemerintah tahun itu Rp30,22 triliun.
Tahun 2006, yang jatuh tempo Rp35,94 triliun, yang direprofilling Rp28,93 triliun, sehingga obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu Rp30,10 triliun.
Tahun 2007, yang jatuh tempo Rp41,20 triliun, yang direprofilling Rp31,39 triliun, sehingga obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu
Rp36,61 triliun.
Tahun 2008, yang jatuh tempo Rp47,87 triliun, yang direprofilling Rp33,21 triliun, sehingga obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu
Rp45,80 triliun.
Tahun 2009, yang jatuh tempo Rp57,99 triliun, yang direprofilling Rp44,07 triliun, sehingga obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu
Rp37,56 triliun.
melaluiataubersamaini pemindahan waktu jatuh tempo ini, berarti pada tahun 2010 Pemerintah masih harus membayar obligasi jatuh tempo sebesar Rp22,60 triliun, tahun 2011 Rp16,15 triliun, tahun 2012 Rp14,67 triliun, tahun 2013 Rp23,71 triliun, tahun 2014 Rp5,28 triliun.
Sementara tahun 2015 Rp9,02 triliun, tahun 2016 Rp13,70 triliun, tahun 2017 Rp16,82 triliun, tahun 2018 Rp16,61 triliun, tahun 2019 Rp16,61 triliun dan tahun 2020 Rp20,35 triliun.
Sebelumnya Menkeu Boediono menyampaikan rencanareprofilling ini sudah disahkan oleh empat bank pemilik obligasi tersebut yaitu BTN, BRI, BNI dan Bank Mandiri.
Kesediaan empat bank tersebut, lanjut Boediono dengan konsekuensi Pemerintah harus menaikkan suku bunga obligasi tersebut, yang rata-rata mencaai Rp824 miliar per tahun dan dibayarkan mulai tahun 2003.
E. Jenis produk obligasi syariah
1. Jenis-jenis obligasi syariah menurut akadnya terbagi menjadi:
a. Obligasi Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan menurut perjanjian atau kad ijarah dimana suatu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain menurut harga dan periode disahkan, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al-Muntahiya. Dalam kesepakatan ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan kesepakatan ijarah sebagai diberikut:
1) Objeknya sanggup berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
2) Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disahkan oleh kedua belah pihak.
3) Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus ditetapkan secara spesifik.
4) Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah.
5) Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek supaya manfaat yang didiberikan oleh objek tetap terjaga.
6) Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
b. Obligasi mudhorobah, yaitu sukuk yang diterbitkan menurut perjanjian atau kesepakatan mudhorobah dimana suatu pihak menyediakan modal dan satu pihak lainnya menyediakan dan pihak lain menyediakan tenaga atau keahlian, laba dari kerjasama tersebut akan dibagi menurut perbandingan yang sudah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
c. Obligasi musyarokah yaitu sukuk yang diterbitkan menurut perjanjian atau kesepakatan musyarokah dimana dua pihak atau lebih berafiliasi menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, berbagi proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
d. Obligasi istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan menurut perjanjian atau kesepakatan Istisna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih lampau menurut kesepakatan.
2. Jenis-jenis obligasi syariah menurut institusi yang menerbitakan terbagi menjadi:
a. Obligasi korporasi (perusahaan), yaitu obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah. Dalam penerbitannya terdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu:
1) Obligor, yaitu emiten yang bertanggung tanggapan atas pembayaran imbalan dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan hingga dengan jatuh tempo.
2) Wali amanat, yaitu untuk mewakili kepentingan investor.
3) Investor, yaitu pemegang obligasi yang mempunyai hak atas imabalan, margin, dan nilai nominal obligasi sesuai partisipasi masing-masing.
b. Surat berharga syariah negara selanjutnya disebut SBSN, yaitu ialah surat berharga negara yang diterbitkan menurut prinsip syariah, sebagai bukti atas bab penyertaan aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Karakteristik SBSN:
1) Sebagai bukti kepemilikan aset berwujud atau hak bermanfaa : pendapatan berupa imbalan, margin, dan bagi hasil sesuai jenis kesepakatan yang digunakan.
2) Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir.
3) Penerbitannya melalui wali amanat berupa Istimewa purpose vehicle (SPV).
4) Memerlukan underlying aset (sejumlah tertentu aset yang jadi objek perjanjian. bekerja sebagaimana mestinya untuk menghindari riba, sebagai persyaratan untuk sanggup diperdagangkannya obligasi di pasar sekunder, dan akan memilih jenis struktural obligasi.
5) Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
Dalam penerbitannya terdapat beberapa yang terlibat yaitu:
1) Obligor, yaitu emiten yang bertanggung tanggapan atas pembayaran imbalan dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan hingga dengan jatuh tempo.
2) Investo, yaitu pemegang obligasi yang memilik hak imabalan, amrgin, dan nilai nominal obligasi sesuai partisipasi masing-masing.
3) Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu tubuh aturan yang didirikan khusus untuk penerbitan obligasi dengan fungsi (i) sebagai penerbit obligasi, (ii) menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan aset. (iii) bertindak sebagai wali amanat untuk mewakili kepentingan investor.[7]
F. Mekanisme operasional obligasi syariah
Mekanisme operasional obligasi selalu berkaitan dengan pasar modal, yang mana pasar modal berperan sebagai tempat bertemunya antara dua pihak yang mempunyai kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana. Investor yang mempunyai modal dan ingin diberinvestasi, sebelum melaksanakan transaksi obligasi, emiten harus menerbitkan obligasinya, langkah-langspesialuntuk ialah sebagai diberikut: Pertama,menyiapkan dokumen-dokumen, antara lain:
1. Laporan keuangan.
2. Legal opini.
3. Legal audit.
4. Prospektus singkat.
5. Prospektus pertama.
6. Surat-surat pernyataan.
7. Surat keterangan fiscal.
8. Perjanjian-perjanjian.
9. Rating.
10. Bursa.
11. KSEI : custodian sentral efex Indonesia.
12. Tax Clearance.
13. Surat Dewan Syariah.
Kedua, setelah melengkapi kelengkapan manajemen kemudian mendaftar ke BAPEPAM dan menunggu konfirmasi apakah ditetapkan layak atau tidak menerbitkan obligasi. Sesudah diterbitkan maksimum 10 hari kerja, emiten melaksanakan portofolio, penawaran obligasi, dan penjatahan bagi investor yang berminat dengan obligasi perusahaan tersebut.
1. Mekanisme untuk SBSN
a. SPV dan obligator melaksanakan transaksi jual beli aset, disertai dengan purchase and sell undertaking dimana pemerintah menjamin untuk membeli kembali aset dari SPV, dan SPV wajib menjual kembali aset pemerintah, pada dikala obligasi jatuh tempo atau dalam hal terjadi default. SPV menerbitkan obligasi untuk membiayai pembelian aset dengan melaksanakan perjanjian sewa dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor obligasi yang diterbitkan. Berdasarkan servicing agency agreement, pemerintah ditunjuk sebagai biro yang bertanggung tanggapan atas perawatan aset.
b. Obligator membayar sewa (imbalan) secara periodic kepada SPV selama masa sewa. Imbalan sanggup bersifat tetap ataupun mengambang. SPV mealui biro yang ditunjuk akan mendistribusikan imabalan kepada para investor.
c. Penjualan kembali aset oleh SPV kepada obligator sebesar nilai nominal obligasi syariah pada dikala jatuh tempo. Hasil penjualan aset digunakan oleh SPV untuk melunasi obligator pada investor.
2. Mekanisme untuk obligasi korporasi
Sesudah diterbitkan maksimum 10 hari kerja, emiten melaksanakan portofolio, penawaran obligasi, dan penjatahan bagi investor yang berminat dengan obligasi perusahaan tersebut. melaluiataubersamaini bekerja sama dengan wali amanat, guarantor, dan paying agent, sesuai dengan tugasnya masing-masing. Untuk pembayaran dam pemdiberian imbalan atau bagi hasil sanggup didiberikan sesuai perjanjian.
Dalam hal terjadi perubahan jenis kesepakatan syariah, isi kesepakatan syariah, kegiatan usaha, dan atau aset tertentu yang mendasari penerbitan sukuk sehingga berperihalan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal, maka sukuk tersebut menjadi batal demi aturan (fasakh) dan emiten wajib menuntaskan seluruh kewajibannya kepada pemegang sukuk. Emiten dan wali amanat wajib melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam perjanjian perwaliamanatan. Emiten wajib memakai dana hasil penawaran umum sukuk untuk membiayai kegiatan atau investasi yang tidak berperihalan dengan prinsip syariah di pasar modal.
G. Landasan aturan obligasi syariah
1. Surat Al-Maidah ayat 1.
2. Surat Al-Isra’ ayat 34.
3. Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, wacana Obligasi Syariah.
4. Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, wacana Obligasi Syariah Mudharobah.
5. Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/IX/2004, wacana Obligasi Syariah Ijarah.
6. Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/IX/2007, wacana Obligasi Syariah Mudharobah Konversi.
7. UU No:19 tahun 2008, wacana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).[8]
H. Perbedaan obligasi syariah dengan obligasi konvensional
1. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah menurut kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarnya sudah disahkan oleh pihak emiten dan investor, sedangkan pada obligasi konvensional menekankan pendapatan investasi menurut tingkat suku bunga.
2. Sistem pengawasan obligasi syariah selain diawasi oleh pihak wali amanat, mekanismenya juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) semenjak dari penerbitan obligasi hingga tamat dari masa penerbitan obligasi tersebut. melaluiataubersamaini ada sistem ini, maka prinsip kehati-hatian pada sumbangan kepada investor obligasi syariah dibutuhkan sanggup lebih terjamin, sedangkan obligasi konvensional pengawasannya spesialuntuk dilakukan oleh pihak wali amanat.
3. Jenis industri yang dikelola oleh emiten obligasi syariah serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal, dan harus bersifat menurut transaksi riil, mengandung asas manfaat, dengan dasar uang bukan komoditas, serta tidak mengenal time value og money. Sedangkan pada obligasi konvensional tidak terdapat batasan apakah industri yang dikelola penerbit sesuai syariah atau tidak, tidak diharuskan menurut transaksi riil, berdasar atas asas utilitas, serta uang menjadi komoditas, dan menganut time value of money dan opportunity cost.[9]
BAB III
PENUTUP
Obligasi syariah ialah surat legalisasi kerjasama yang mempunyai ruang lingkup yang lebih bermacam-macam dibandingkan spesialuntuk sekedar surat legalisasi utang. Kebergaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa kesepakatan yang sudah digunakan. Seperti kesepakatan mudhorobah, murabahah, salam, istishna, dan ijarah. Prinsip obligasi syariah salah satunya ialah Pembiayaan spesialuntuk untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan perjuangan yang spesifik, dimana harus sanggup diadakan pembukuan yang terpisah untuk memilih manfaat yang timbul. Obligasi syariah atau sukuk mulai dipergunakan oleh para pedagang Islam pada masa era pertengahan dalam konteks perdagangan internasional sebagai dokumen yang menandakan kewajiban finansial yang timbul dari perjuangan perdagangan dan acara komersial lainnya.
Jenis-jenis obligasi syariah. Jenis-jenis obligasi syariah menurut akadnya terbagi menjadi empat, yaitu obligasi ijarah, obligasi mudhorobah, obligasi musyarokah, obligasi istisna’. Sedangkan jenis-jenis obligasi syariah menurut institusi yang menerbitkannya terbagi menjadi dua, yaitu obligasi korporasi (perusahaan), dan Surat berharga syariah negara. Mekanisme operasional obligasi syariah yaitu sebelum melaksanakan transaksi obligasi, emiten harus menerbitkan obligasinya terlebih lampau. Dalam prosedur operasional obligasi syariah terdiri dari prosedur SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) dan prosedur untuk obligasi korporasi.
Landasan aturan obligasi syariah antara lain yaitu: Surat Al-Maidah ayat 1, Surat Al-Isra’ ayat 34, Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, wacana Obligasi Syariah, Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, wacana Obligasi Syariah Mudharobah, Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/IX/2004, wacana Obligasi Syariah Ijarah, Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/IX/2007, wacana Obligasi Syariah Mudharobah Konversi, UU No:19 tahun 2008, wacana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional yang paling menonjol salah satunya ialah Sistem pengawasan obligasi syariah selain diawasi oleh pihak wali amanat, mekanismenya juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) semenjak dari penerbitan obligasi hingga tamat dari masa penerbitan obligasi tersebut. melaluiataubersamaini ada sistem ini, maka prinsip kehati-hatian pada sumbangan kepada investor obligasi syariah dibutuhkan sanggup lebih terjamin, sedangkan obligasi konvensional pengawasannya spesialuntuk dilakukan oleh pihak wali amanat.
DAFTAR PUSTAKA
1] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Prenada Media, 2009), hal:314
[2] Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010). Hal: 140-141
[3] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. (Jakarta: Kencana, 2007). Hal: 85-86
[4] Obligasi syariah@hendrakholik.net
[5] http://ekonomi-indonesia-bisnis . infogue.com/obligasi syariah
[6] Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Prenada Media, 2009), hal:116
[7] Sapto Raharjo,. Panduan Investasi Obligasi. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003). Hal:143
[8] Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Prenada Media, 2009), hal:116
[9] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution. Current Issues Lembaga Keuangan Syariah. ( Jakarta: Kencana, 2009). Hal: 316
>>>Baca juga Kumpulan Judul Skripsi Perdata
>>>Tempat Wisata Indonesia
>>>Baca Juga Cerita Unik
>>>Baca juga Kumpulan Judul Skripsi Perdata
>>>Tempat Wisata Indonesia
>>>Baca Juga Cerita Unik
0 Response to "Pengertian, Tujuan Obligasi(Surat Santunan Dengan Bunga) Syariah"
Posting Komentar