Penjelasan Teori Pertanggung Tanggapan Pidana Dalam Aturan Konvensional

>>>Baca Juga Cerita Unik
TEORI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM HUKUM KONVENSIONAL

Pertanyaan:
Apa yang dimaksud dengan Teori Pertanggungjawabanan Pidana dalam Hukum Konvensional?

Jawaban:

Baca Juga

Apabila hokum islam spesialuntuk mengenal satu teori pertanggungjawabanan pidana semenjak tiga belas era yang lalu, hokum konvensional mengenal lebih dari satu teori. Sebelum revolusi Prancis meletus, pertanggungjawabanan pidana bangun di atas dasar teori materialisme (nazariyyah maddiyah). Menurut teori ini, eksekusi sanggup dijatuhkan atas setiap perbuatan dan pelaku, tanpa memerhatikan sifat dan kondisi pelaku. Karena itu, teori ini menimbulkan eksekusi sanggup dijatuhkan kepada tiruana insan – baik yang hidup maupun yang sudah mati – hewan, benda mati, anak kecil, dan orang gila.
Sesudah revolusi Prancis, pertanggungjawabanan pidana bangun di atas dasar filsafat kebebasan berkehendak yang dinamakan pula dengan teori tradisionalisme (mazhab taqlidi). Menurut teori ini, seseorang yang sanggup dibebani pertanggungjawabanan pidana spesialuntuklah orang yang mempunyai pengetahuan dan pilihan (kebebasan berkehendak); dua kasus yang spesialuntuk terdapat pada manusia. Menurut teori tradisionalisme, insan pada usia tertentu sanggup memisah-misahkan dan membedakan antara kebaikan dan keburukan; orang semacam inilah yang ialah objek perintah dan larangan syar’I (Allah dan rasul-nya). Dalam kaitan ini, apabila orang yang mempunyai pengetahuan dan pilihan itu melanggar perintah Syar’I, ia dijatuhi hukuman. Hal ini ialah suatu keadilan alasannya ialah eksekusi ialah jawaban atas pelanggaran terhadap perintah Syar’i.
Sesudah teori tradisional berkuasa selama beberapa waktu, timbul anutan positivism (mazhab wad’i) yang bangun atas dasar filsafat jabar (determinisme). Teori ini menetapkan bahwa seseorang berbuat tindak pidana tidak dengan kehendaknya sendiri. Tetapi terdorong oleh beberapa factor yang tidak berada dalam kekuasaannya, menyerupai factor genetic, lingkungan, pendidikan, dan kondisi fisik. Apabila tidak tidak mempunyai pilihan sendiri dalam melaksanakan tindak pidananya. Ia tidak harus dijatuhi hukuman. Hukuman gres sanggup dijatuhkan bila eksekusi tersebut dianggab sebagai salah satu cara untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat.
Berdasarkan teori ini, insan sanggup dijatuhi hukuman, baik ia mempunyai pilihan (kebebasan berkehendak) maupun tindak, mempunyai pengetahuan atau tidak, pintar atau tidak. Meskipun demikian, eksekusi yang dijatuhkan kepada orang absurd harus dibedakan menurut usia, kekuatan akal, dan mentalnya. Sebagian hokum konvensional memakai pendapat dari teori ini – diantaranya Undnag-Undang Pidana Soviet yang dikeluarkan pada tahun 1926 – tetapi kebanyakan Negara tidak menggunakannya.
Sesudah itu, muncul teori lain yang dimaksudkan untuk menggabungkan antara teori tradisionalisme dan teori positivism. Teori ini dinamakan dengan teori relatif (ikhtiyar nisbi). Menurut teori ini, meskipun pilihan insan terbatas, pilihannya tersebut mempunyai efek dalam melaksanakan tindak pidana. Pendapat ini di ambil dari teori tradisionalisme, tetapi ada penambahan, yaitu penguasa hendaknya melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan jahat yang diperbuat oleh orang-orang yang tidak sanggup dijatuhi eksekusi alasannya ialah pikiran dan kehendaknya yang belum tepat (orang absurd dan orang yang dipaksa). Teknik melindunginya ialah dengan jalan mengambil tindakan-tindakan tertentu yang sesuai dengan keadaan mereka. Teori ini dianut oleh hokum konvensional pada masa sekarang.[1]
Dapat disimpulkan bahwa teori hokum konvensional yang terakhir tersebut (teori pilihan relative) bermuara pada kesimpulan yang sama dengan teori hokum Islam. Perbedaannya, teori hokum islam lebih logis dan rumusannya lebih baik daripada teori hokum konvensional tersebut alasannya ialah eksekusi islam menimbulkan eksekusi sebagai kebutuhan social dan cara untuk melindungi masyarakat. Selain itu, dalam menerapkan cara-cara untuk melindungi masyarakat, hokum islam membedakan antara oang yang mempunyai pengetahuan dan pilihan dan orang yang tidak memilikinya. Adapun dasar penjatuhan eksekusi dalam teori hokum konvensional tersebut menyalahi perintah syarak dalam hal mewujudkan keadilan. Dasar yang diambil dari anutan tradisionalisme ini berperihalan dengan kecerdikan dalam hal menjatuhkan eksekusi terhadap orang yang tidak sanggup dimintai pertanggungjawabanannya (orang absurd dan orang yang dipaksa) alasannya ialah tidak mungkin untuk menyebut orang absurd dan orang yang dipaksa sebagai orang yang pelanggar perintah syar’I. alasannya ialah itu, sama sekali tidak adil kalau mereka dijatuhi eksekusi dengan cara apapun.




[1] Ali Bek Badawi, al-Ahkam al-Amamah fil-qanun al-Jina’I, hlm. 330,335.

Related Posts

0 Response to "Penjelasan Teori Pertanggung Tanggapan Pidana Dalam Aturan Konvensional"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel