Konsep Dasar Aturan Islam

Konsep Dasar Hukum Islam
Sejak zaman Rasulullah, ijtihad sudah dilakukan oleh para teman dekat. Sebagai referensi ialah kasus dari teman erat Muadz bin Jabal dikala hendak diutus Nabi ke Yaman. Begitu juga teman erat Umar yang tidak melakukan aturan potong tangan sebagai hukuman pencurian meskipun dalam Quran sudah terang ayatnya.
“Umat Islam yang hidup di dunia, khusunya Indonesia, belum menemukan konsep baku wacana aturan Islam. Akan tetapi sebagian besar konsep aturan Islam sangat fleksibel, meski ada beberapa yang harus ketat. Konsep ulama’ yang sangat masyhur, Taghayyur al-Hukm bi Taghayyur al-Amkinah wa al-Azminah wa al-Ahwal, memperlihatkan bahwa perubahan aturan ialah sebuah keniscayaan, sebab aturan selalu berputar, bergerak sesuai dengan tempat, zaman dan situasi atau kondisi di mana umat Islam berada. Karena itu Islam berkembang sesuai dengan watak lokal yang mengitarinya. Fitrah Islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak bisa disamaratakan pada tiruana Negara.”
Demikian pernyataan Sudirman, salah seorang dosen Universitas Islam Negeri Malang, dalam diskusi yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Syariah UIN Malang, 06/05/’06 lalu. Diskusi dengan tema “Akulturasi Budaya: Jalan Pembentukan Hukum Islam”,
selain menghadirkan Sudirman dari Nahdlatul Ulama sebagai pembicara juga menghadirkan Ahmad Chodjim dari Jaenteng Islam Liberal, Jakarta.
Lebih lanjut Sudirman menyatakan bahwa aturan Islam tidak selalu memberikan satu konsep baku yang kaku. “Hukum Islam selalu bergerak mengikuti dari perkembangan zaman”, jelasnya. “Oleh risikonya Islam tidak menafikan bahwa ijtihad sebagai sebuah solusi yang ditawarkan dalam pembentukan aturan Islam.” “Hingga kini pintu Ijtihad  selalu terbuka bagi umat Islam dalam menggapai misinya sebagai agama rahmatan lil alamin dan masih relevan untuk dilakukan pada zaman sekarang”, ucap dosen UIN Malang ini tegas.
Sejak zaman Rasulullah, ijtihad sudah dilakukan oleh para teman dekat. Sebagai referensi ialah kasus dari teman erat Muadz bin Jabal dikala hendak diutus Nabi ke Yaman. Begitu juga teman erat Umar yang tidak melakukan aturan potong tangan sebagai hukuman pencurian meskipun dalam Quran sudah terang ayatnya. Karena Umar mencoba memahami situasi dan kondisi yang terjadi pada waktu itu.
Diskusi yang bertempat di masjid Al-tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang itu kian menarikdanunik dikala sesi obrolan dibuka, Adi dan Mangun dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), mengemukanakan pendapatnya wacana konsep yang dirumuskan oleh ulama. Menurutnya, konsep tersebut bukanlah sebuah komitmen para ulama, melainkan spesialuntuklah pendapat beberapa orang saja. Tapi kemudian dijadikan sebuah landasan oleh orang-orang liberal dalam memecah belah umat Islam. Menurut penggagas HTI ini, aturan Islam itu sudah tetap dan spesialuntuk bersandar pada Quran dan hadits. Mereka menolak budaya sebagai salah satu unsur dalam pembentukan aturan Islam. Mereka juga menolak bahwa pintu ijtihad masih terbuka sampai sekarang. “Pada zaman kini tidak ada orang yang bisa untuk diberijitihad”, tandasnya “Ijtihad itu spesialuntuk boleh dilakukan oleh orang-orang yang mumpuni pengetahuannya”.
Tetapi pendapat penggagas HTI tersebut buru-buru ditolak oleh Ahmad Chojim, wakil Jaenteng Islam Liberal. Menurut Chojim, budaya ialah unsur dasar bagi manusia. Budaya mempunyai tiga lapisan, yaitu: nilai-nilai dasar yang bisa dipertahankan, perilaku-perilaku yang terdiri dari ritual, simbol-simbol, dan artefak yang meliputi ilmu pengetahuan yang bisa diserap. “Bangsa yang besar selalu mendapatkan budaya, sebab budaya ialah nilai dasar hidup”, tegasnya. “Semakin terbuka suatu komunitas, semakin simpel mereka mengalami akulturasi budaya.” “Namun dalam akulturasi budaya, nilai-nilai dasar (basic value) tetap harus dipertahankan. Biasanya sentuhan budaya luar spesialuntuk pada lapisan norma dan lapisan artefak saja.”
Begitu juga dengan penyatuan antara aturan Islam dengan budaya lokal setempat. Tujuannya ialah biar bisa simpel diterima dengan terbuka tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar budayanya. Hal itu sudah dilakukan oleh para walisongo dalam mengembangkan agama Islam di Jawa. Para wali itu berusaha memberikan fatwa agama dengan memakai budaya lokal. Sehingga Islam yang ada di Jawa mempunyai corak yang unik dan tidak sama dengan Islam yang di Arab. Meski demikian, bukan berarti nilai-nilai dasar Islam itu sudah hilang dari keislaman orang Jawa. Yang terjadi justru sebaliknya. Praktek-praktek ritual kerap kali dilakukan oleh masyarakat Jawa. Sebagai referensi peringatan pada tanggal 1 Muharram yang diperingati dengan banyak sekali cara. Akan tetapi hal itu tidaklah memengaruhi nilai-nilai subtantif dari fatwa Islam sendiri.
Sebuah peraturan Hukum Islam tidaklah terlepas dari nilai-nilai konsktektual peradaban. Hukum-hukum yang tidak sama tidak harus dilarang. Karena ijtihad sendiri ialah upaya berpikir keras terhadap kehidupan keagamaan kita. Menurut Chodjim ijtihad terdiri dari beberapa tahapan. Pertama, ialah jihad yang ialah upaya fisik membangun aturan Islam. Kedua, ijtihad, yakni menentukan suatu jalan dengan benar dalam membentuk aturan Islam tersebut. Ketiga, mujahadah, yaitu upaya mendekatkan diri pada Tuhan secara personal dan secara social. Pendapat ini juga diamini oleh Sudirman. Menurut alumni pasca sarjana UIN Jakarta ini perbedaan pendapat dalam menentukan sebuah aturan menjadi sah dalam agama. “Karena spesialuntuk dengan berpikir yang mencerahkan dan menghilangkan belenggu otak dari kebekuan-kebekuan tersebut, sebuah jalan untuk mengaktualisasikan aturan Islam dimuka bumi ini menjadi mungkin” tandasnya. Wallahu a’lam bi as-Shawab.[] 

0 Response to "Konsep Dasar Aturan Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel