Etika Profesi Seorang Advokat Kajian Ihwal Adat Profesi Aturan

DOWNLOAD GRATIS EBOOK/BUKU (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini) 
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) H.TATA NEGARA (Klik Disini)



Baca Juga

a.      Latar Belakang
Hukum yaitu suatu aturan yang sifatnya yaitu mengikat, memaksa dan memdiberi sanksi. Para  pakar di dalam kajian Hukum menyampaikan bahwa Sangat banyak sekali ajaran-ajaran terkena aturan itu sendiri mulai dari aturan alam, aturan agama, aturan internasional, aturan nasional dan lain-lain. Yang ketiruananya saling bekerjasama untuk membuat aturan yang dicita-citakan bagi seluruh manusia.
Setiap insan niscaya ada aturan yang diterapkan bagi golongannya dan aturan tersebut tidak sama satu dengan yang lainnya, karna pada hakikatnya aturan selalu mengikuti lingkungan disekitarnya. Namun ada beberapa faktor yang mengakibatkan aturan itu menjadi pincang yaitu 1. Hukum tanpa moral, membentuk insan tanpa kasih akung yang terpendam spesialuntuklah pembalasan, moral akan mengontrol dan mengidentifikasi mana yang akan dieksekusi berat atau enteng, mana yang tidak boleh dibela atau mana yg harus dibela. 2. Hukum tanpa pengamalan, yang spesialuntuk menjadikan aturan sebagai lebel untuk menakuti saja tanpa ada sanksi.
Adapun daerah pengambilan aturan ataupun sumber tumpuan aturan ada berupa traktat, kebiasaan, jurisprudensi, doktrin. Keputusan Seorang hakim sanggup pula menjadi sumber hukum, makannya seorang hakim ketika mempersembahkan putusannya ia tidak boleh melihat mana uang yang paling banyak untuk masalah yang ia hadapi yang mengakibatkan repotasi seorang hakim jatuh. Oleh karna itu perlu adanya watak dalam setiap tindakan seorang profesi hakim, untuk menjadikan cerminan bagi tiruana orang khususnya bagi hakim-hakim yang lain. Dalam sebuah hadist disebutkan “bahwa seorang hakim itu sebelah badannya di syurga dan sebelahnya lagi dineraka” dalam hadit tersebut dimaksudkan untuk seorang hakim dalam putusannya tidak boleh berat sebelah, apabila ia menetapkan sesuai dengan kebenarannya maka baginya syurga, tetapi apabila ia menetapkan dengan kebohongannya atau ketidak adilannya maka neraka baginya. Di dalam hadist lain juga disebutkan “hakim itu ada 3 macam, yang 1 syurga dan yang kedua neraka,” yang dua ini yaitu seorang hakim yang tahu tentang kebenaran tapi ia menyembunyikan kebenaran tersebut dan seorang hakim yang tidak tahu kebenaran kemudian menghukum dengan ketidaktahuan itu maka dua orang hakim tersebut masuk neraka. Oleh alasannya yaitu itu maka perlu ada watak bagi seorang profesi hakim, untuk mejalankan profesinya dengan baik dan benar.
Disamping seorang hakim dituntut untuk mengenal isyarat etik seorang hakim, seorang advokat juga dianjurkan untuk mengenal isyarat etik seorang advokat, semoga kiranya seorang advokat bisa menjalankan profesinya dengan baik dan benar. Kode etik mengarahkan seseorang untuk tidak melanggar apa-apa yang menjadi batas bagi dirinya terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang. Dari bagaimana menjadi seorang advokat, hak dan kewajiban apa saja bagi advokat, bagaimana seorang advokat membela kliennya dan lain-lain.

b.      Rumusan Masalah
Untuk membuat seorang advokat yang berkeadilan tinggi, bijaksana, dituntut untuk memahami watak bagi diri seorang advokat, etka bahasa inggrisnya ethics tidak sama dengan moral dan norma. Secara etimologis, watak metupakan sistem prinsip-prinsip moral, ia ialah cabang disiplin ilmu filsafat. Berbeda dengan etika, moral lebih tertuju pada prinsip-prinsip tentang benar atau salah, baik dan buruk[1]. Oleh alasannya yaitu itu semoga tidak terjadi kesalahan dalam menjalankan profesinya maka ada beberapa permasalahan yang timbul:
a.       Bagaimana prosedur seorang diangkat dan diberhentikan menjadi advokat?
b.      Apa-apa saja hak dan kewajiban seorang advokat?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Advokat
Dalam kenyataannya setiap negara mempunyai sebuah operasi atau forum yang mempersembahkan jasa pelayanan aturan terhadapa orang atau forum yang membutuhkan layanan aturan tersebut. Lembaga tersebut lazim disebut “advokat”[2] atau pengacara. Di Indonesia keberadaan advokat tidak terlepas dari efek pemerintahan belanda yang menjajah Indoenesia pada waktu itu sehingga pengaturan advokattetap mengacu kepada ketentuan peraturan pemerintah belanda tersebut. Adapun peraturan perundang-undanganpeninggalan kolonial belanda, di antaranya Reglement op de Rechterlijkeorganisatie en het beleid der justitie in Indonesia (stb.1847: 23 jo. Stb. 1848: 57), pasal 185 hingga pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya, kemudian Bepalingen Betreffende het kostuum der rechterlijke ambtenaren dat der advokaten procereursen deuwaarders (stb. 1848:8), bevoegdheid departement hoof in burgelijke zaken van land (stb. 1910: 446 jo. Stb. 1922:523), dan vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S. 1922: 522).[3]
Istilah advokat berdasarkan Luhut M. P. Pangaribuan yaitu sebagai nama resmi profesi dalam sidang peradilan kita. Pertama-tama ditemukan dalam Bab IV Ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO). Advokat itu ialah padanan dari kata advocaat (Belanda) yani seseorang yang sudah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya sehabis memperoleh gelar meester in de rechten (Mr). Akar kata Advokat berasal dari bahasa latin yang berarti membela. Oleh karna itu, tidak mengherankan bila hampir di setiap bahasa di dunia, kata (istilah) itu dikenal.[4]
Lebih jauh Luhut M.P. pangaribuan menyampaikan bahwa dalam praktek remaja ini belum ada istilah yang baku untuk sebutan profesi dimaksud dalam aneka macam ketentuan-perundang-undnagan terdapat inkonsestensi sebutan. Misalnya, dalam UU Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dibunakan istilah “Penasehat Hukum”, UU Mahkamah Agung memakai istilah “Penasehat Hukum”, dalam UU Peradilan Umum juga memakai istilah “Penasehat Hukum”, Angka 2 undang-undang yang terakhir merujuk pada yang pertama yang secara konseptual melihat bahwa Advokat yaitu sebagai “pihak luar” dalam sistem peradilan itu. Pada ketika yang sama, praktik administratif memakai secara tidak sama dan inkonsisten pula. Misalnya, Departemen Kehakiman memakai pengacara, Pengadilan Tinggi memakai Advokat/Pengacara.[5]
Penggunaan istilah “Penasehat Hukum” intinya mempunyai kelemahan yang sifatnya mendasar:
a.        istilah penasehat aturan itu secara denotatif ataupun konotatif bermakna pasif. Padahal peranan profesi itu bisa kedua-duanya, yaitu pasif ketika spesialuntuk mempersembahkan nasehat-nasehat aturan tertentu yang biasa berbentuk verbal atau tertulis (seperti legal opinion/audit), tetapi bisa aktif ketika melaksanakan pembelaan di depan Pengadilan (ligitasi) termasuk ketika menjalankan kuasa dalam penyelesaian suatu masalah alternatif (alternative dispute resolution) menyerupai negosiasi, mediasi, dan arbitrase.
b.      secara normatif sebagaimana sudah diatur dalam RO, seorang advocaat en procereur sanggup bertindak baik secara pasif mapun aktif dalam dalam mengurus sesuatu hal yang perlu pertimbangan aturan ataumengurus masalah yang dikuasakan kepadanya. Kapan harus aktif dan kapan harus pasif tiruananya tergantung tuntutan penanganan masalahnya. Sejauh ini sistem kita dalam kaitannya dalam profesi ini tidak membedakan yang boleh bertindak dan yang tidak boleh bertindak di hadapan pengadilan menyerupai di Inggris, antara solicitor dan barrister.[6] Sebab di Inggris, berdasarkan Yudha Pandu[7] untuk menjadi solicitor dan barrister harus melalui ujian saenteng yang dilakukan oleh suatu tubuh yang disebut “legal Practitioners Adminission Board”, suatu tubuh yang mengatur dan bangkit sendiri (otonom). Perbedaan ujian antara calon solicitor dan barrister yaitu solicitor ujiannya terserius pada praktik aturan di luar pengadilan, sedangakan barrister ujiannya terserius pada praktik aturan program di dalam pengadilan (courtroom specialist).
Namun demikian, sehabis diundangkannya UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka tiruana peraturan perundang-undangan yang bekerjasama dengan persoalan hukum, sudah mempergunakan istilah advokat misalnya, UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Advokat ialah salah satu forum atau organisasi yang mempunyai kiprah yang sangat strategis dalam penegakan aturan di suatu negara. Advokat di negara maju mempunyai status sosial tinggi dibandingkan dengan profesi lainnya. Namun demikian, tidaklah heran kalau advokat sangat banyak digandrungi oleh sarjana-sarjana aturan barat. Oleh karna itu, sebagai sebuah organisasi yang banyak diminati ketika ini, maka tepat kalau terdapat suatu undang-undang yang menjadi payung aturan bagi tiruana penasehat aturan atau lembaga-lembaga yang memediberi jasa layanan hukum.[8]
B.     Pengangkatan, Sumpah, Status, Penindakan, dan Pemberhentian Advokat
Untuk diangkat sebagai advokat, haruslah berriwayat pendidikan ilmu hukum. Hala ini sesuai ketentuan dalam pasal  2 UU Nomor 18 Tahun 2003. Bertitik tolak dari ketentuan pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2003 , maka sepertinya keberadaan UU ini ingin memperbaiki pengangkatan Advokat pada masa yang lalu, ketika campur tangan institusi peradilan sangat kental sekali. Hal ini terbukti, alasannya yaitu seorang advokat pada masa yang lalu, pengangkatannya melalui Menteri Kehakiman sehabis lulus ujian yang dilaksanakan oleh Menteri Kehakiman. Namun demikian, dengan diundangkannya UU ini, terperinci bahwa yang boleh mengangkat Advokat yaitu organisasi advokat itu sendiri. Selain pengangkatan advokat sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 diatas, maka untuk sanggup diangkat menjadi Advokat, harus terpenuhi persyaratan sebagai diberikut:[9]
a.       Warga negara Republik Indonesia
b.      Bertempat tinggal di Indonesia;[10]
c.       Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;[11]
d.      Berusia sekurang-kurangnya 25 tahun;
e.       Berijazah sarjana yang berriwayat pendidikan tinggi hukum;
f.       Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi advokat;
g.      magang[12] sekurang-kurangnya 2 tahun terus-menerus pada kantor advokat;
h.      tidak pernah dipidana lantaran melaksanakan tindak pidana penjara 5 tahun atau lebih;
i.        berprilaku baik, jujur, bertanggung jawaban, adil dan mempunyai integritas yang tinggi.
Mencermati dengan seksama ketentuan Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2003 di atas, terdapat citra bahwa yang sanggup berprofesi sebagai advokat yaitu orang yang benar-benar membaktikan dirinya pada dunia advokat dan tidak  diperkenankan lagi pegawai negeri sipil. melaluiataubersamaini adanya persyaratan ini, pegawai negeri sipil tidak diperkenankan lagi merangkap sebagai pengacara. Di samping itu, dalam peraturan UU Advokat ini sudah diatur pula terkena keharusan seorang advokat muda untuk melaksanakan magang selama 2 tahun di kantor advokat senior. Adanya ketentuan ini mempunyai makna bahwa seseorang advokat yang gres perlu persiapan diri sebelum terjen menjadi seorang advokat yang profesional, persiapan yang dimaksud:[13]
a.       persiapan mental. Mental yang dimaksud di sini yaitu mental yang berkaitan dengan pembiasaan dengan kondisi penegak aturan lain, contohnya polisi, jaksa, dan hakim.
b.      Persiapan pengalaman. Pekerjaan advokat ialah pekerjaan keterampilan, sehingga membutuhkan pengalaman.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 UU Nomor 18 tahun 2003 di atas, sehabis seseorang Advokat ditetapkan lulus dalam suatu saenteng yang dilakukan oleh Organisasi advokat tersebut, maka sebelum menjalankan profesinya, wajib mengangkat sumpah. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 ditetapkan bahwa sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah berdasarkan agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Adapun Lafaz atau kata-kata sumpah atau akad tersebut sebagai diberikut.
“demi Allah saya bersumpah/aku berjanji:
·         Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan pancasila sebagai dasar negara dan UUD Negara Republik Indonesia;
·         Bahwa saya untuk meperoleh profesi ini, eksklusif atau tidak eksklusif dengan memakai nama atau cara apa pun juga, tidak mempersembahkan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga;
·         Bahwa saya dalam melaksanakan kiprah profesi di dalam maupun di luar pengadilan, tidak akan mempersembahkan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya semoga memenangkan atau menguntungkan bagi masalah klien yang sedang atau akan saya tangani;
·         Bahwa saya akan menjaga tingkah laris saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawaban saya sebagai advokat;
·         Bahwa saya tidak akan menolak untuk melaksanakan pembelaan atau memdiberi jasa aturan di dalam suatu masalah yang berdasarkan hemataku ialah potongan daripada tanggung jawaban profesi saya sebagai seorang Advokat.”
C.    Penindakan dan Pemberhentian Advokat
Advokat sebagai sebuah forum atau institusi yang mempersembahkan pelayanan aturan kepada klien, sanggup saja didiberikan tindakan apabila tidak sungguh-sungguh menjalankan profesinya tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 6 UU Nomor 18 tahun 2003, ditetapkan bahwa advokat sanggup dikenakan tindakan dengan alsan-alasan:
a.       Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b.      Berbuat atau bertingkah laris yang tidak patut terhadap lawan atau rekan profesinya;
c.       Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menawarkan perilaku tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;[14]
d.      Berbuat hal-hal yang berperihalan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
e.       Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau perbuatan tercela;
f.       Melanggar sumpah/janji advokat dan/atau isyarat etik profesi advokat.
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 6 UU Nomor 18 tahun 2003 di atas memang bisa saja seorang advokat sebagai penegak aturan daerah masyarakat mengadukan nasibnya melaksanakan tindakan-tindakan yang tidak baik, alasannya yaitu tidak sanggup dipungkiri bahwa dunia aturan ketika ini menjadi buram atau hitam diakibatkan adanya sebagian pengacara yang tidak benar menjalankan profesinya, bahkan sering kali menyalahgunakan aturan itu sendiri.[15]
Berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 6 di atas , soerang advokat yang sudah melaksanakan tindakna atau perbuatan yang tidak baikdapat saja dikenakan tindakan sebagai sanksi. Hal ini diatur dalam pasal 7 ayat 1, ditetapkan bahwa jenis tindakan dikenakan terhadap advokat sanggup berupa:
a.       Teguran lisan;
b.      Teguran tertulis;
c.       Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 hingga 12 bulan;
d.      Pemberhentian tetap dari profesinya;
Sehubungan dengan sudah dijatuhkannya tindakan kepada seorang advokat yang dianggab sudah melanggar salah satu ketentuan dalam pasal 6 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003, maka yang berhak untuk melaksanakan tindakan selanjutnya yaitu Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (ayat (2)). Namun putusan dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Advokat kepada seorang Advokat yang dianggab sudah melanggar Pasal 6 tersebut, kepada advokat yang bersangkutandidiberi peluang untuk melaksanakan pembelaan diri (ayat (3)).[16]

D.    Hak dan Kewajiban Advokat
Lembaga advokat sebagai profesi yang menjalankan fungsi utama memmenolong klien dalam mengurus perkaranya, tetapi sekaligus sebagai penegak aturan yang paling utama. Oleh karna itu, masuk akal kalau dalam menjalankan profesinya tetap mempunyai landasan pijakan berupa hak dan kewajiban yang menempel pada diri advokat tersebut. Dalam pasal 14 UU Nomor 18 Tahun 2003 ditetapkan bahwa:
Advokat bebas[17] mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam mebela masalah yang menjadi tanggung jawabannya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada isyarat etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan dalam pasal 14 UU Nomor 18 Tahun 2003 di atas lebih lanjut dipertegas oleh ketentuan pasal 15 UU Nomor 18 yang menyatakan bahwa advokat bebas dalam menjalankan kiprah profesinya untuk membela masalah yang menjadi tanggung jawabannya dengan tetap berpegang pada isyarat etik profesi dan peraturan perundang-undangan.[18] Sementara ituseorang advokat dalam menjalankan profesinya tetap mempunyai tanggung jawaban dalam mebela masalah yang diajukan klien kepadanya. Begitu pula seorang advokat dalam menjalankan profesinya tidak sanggup dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugasnya tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2003.[19]
Seorang advokat dalam menjalankan profesinya memerlukan pinjaman dari tiruana instansi atau forum aturan dan forum lainnya yang mempunyai kekerabatan dengan kepentingan pembelaan kliennya tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 17 UU Nomor 18 Tahun 2003 yang ditetapkan sebagai diberikut.
Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari internal pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang dibutuhkan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 17 UU Nomor 18 Tahun 2003 di atas, maka seorang advokat harus netral dalam menjalankan profesinya tersebut. Kenetralan ini sebagai jawaban dari profesi advokat sebagai pemdiberi jasa layanan yang sangat dibituhkan oleh siapa pun[20].

BAB III
KESIMPULAN
          Seorang advokat yang baik bisa menjalankan profesinya sesuia dengan isyarat etik dan keadilan. Dalam konsep islam, insan ialah makhluk Allah SWT yang paling tepat dibandingkan dengan makhluk lainnya, menyerupai hewan/ binatang dan tumbuh-tumbuhan. Keistimewaan manusia, lantaran Allah melengkapinya dengan akal, pikiran, perasaan, dan hati nurani. Instrumen yang dimiliki insan tersebut, dibuanakan sebagai masukana untuk sanggup mengendalikan hawa nafsunya dalam mengarungi proses kehidupannya. Instrumen ini juga ialah alat yang sangat ampuh untuk dijadikan sebagai masukana dalam menetapkan sesuatu. Sebab pelu diketahui bahwa dalam proses menjalani kehidupan ini, opsi yang didiberikan oleh Allah SWT, spesialuntuk dua, “baik” atau “buruk”,”gagal” atau “berhasil”,”menangis” atau “tertawa”, dan “benar” atau “salah”. INI yang harus dipahami oleh penegak aturan (jaksa, polisi, hakim, dan pengacara) dalam menjalankan profesinya.
Seorang advokat harus bisa membedakan mana yang harus dibela dan mana yang harus patut disalahkan, sehingga keadilan tercipta di dalam kehidupan ini.

Daftar Pustaka
Suparman Syukur, 2004, Etika Religius, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Luhut M.P. Pangaribuan, 2002, Advokat dan Contempt of Court: suatu proses di Dewan Kehormatan Profesi, Djambatsn, Jakarta, Edisi Revisi.
Yudha Pandu, 2004, Klien & Advokat dalam Praktik, Indonesia Legal Center Publishing, jakarta, (edisi revisi).
Supriadi, S.H., M.Hum, 2006, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
UU No 18 Tahun 2003





[1] Suparman Syukur, Etika Religius, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 1
[2] Advokat yaitu jago aturan yang berwenang sebagai penasehat atau pembela masalah di pengadilan ; pengacara, lihat engkaus besar bahasa indonesia, edisi kedua, Depaertemen pendidikan dan kebudayaan, balai pustaka, jakarta, hlm. 8
[3] Lihat Penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
[4] Luhut M.P. Pangaribuan, Advokat dan Contempt of Court: suatu proses di Dewan Kehormatan Profesi, Djambatsn, Jakarta, Edisi Revisi, 2002, hlm. 6.
[5] Ibid., hlm. 6
[6] Ibid., hlm. 6-7
[7] Yudha Pandu, Klien & Advokat dalam Praktik, Indonesia Legal Center Publishing, jakarta, 2004 (edisi revisi), hlm. 30.
[8] Supriadi, S.H., M.Hum, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 58.
[9] Lihat Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2003
[10] Yang dimaksud dengan bertempat tinggal di Indonesia yaitu bahwa pada waktu seseorang diangkat sebagai advokat, orang tersebut harus bertempat tinggal di Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang sehabis diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal di mana pun.
[11] Yang dimaksu dengan pegawai negeri dan pejabat negeri yaitu pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian.
[12] Magang dimaksudkan semoga calon advokat sanggup mempunyai pengalaman simpel yang mendukung kemampuan, keterampilan dan watak dalam menjalankan profesinya. Magang dilakukan sebelum calon advokat diangkat sebagai advokat dan dilakukan di kantor advokat. Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, namun yang penting bahwa magang tersebut dilakukan secara terus-menerus dan sekurang-kurangnya 2 tahun.
[13] Supriadi, S.H., M.Hum, Op.cit, hlm. 60.
[14] Ketentuan ini berlaku bagi advokat baik di dalam maupun di luar pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status advokat sebagai penegak hukum, di manapun berada harus menawarkan perilaku hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangn, atau pengadilan.
[15] Supriadi, S.H., M.Hum, Op.cit., hlm. 64
[16] Ibid., hlm. 64.
[17] Yang dimaksud dengan bebas yaitu tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat profesi. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan isyarat etik profesi  dan peraturan perundang-undangan.
[18] Ketentuan ini mengatur terkena kebebasan advokat dalam menjalankan kiprah profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi klliennya pada dengar pendapat di forum perwakilan rakyat.
[19] Ibid., hlm 66
[20] Ibid., hlm. 67.

Related Posts

0 Response to "Etika Profesi Seorang Advokat Kajian Ihwal Adat Profesi Aturan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel