Tata Cara Menganalisa Masalah Pidana Pola Pertama

            Seorang korban berjulukan Imam A. Syafei (31) seorang bos servis komputer ditemukan tewas di bagasi kendaraan beroda empat di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Otak pembunuhan tersebut yaitu TD dan dalam aksinya TD dimenolong oleh WS (eksekutor). http://id.diberita.yahoo.com/polisi-urai-cerita-pembunuhan-bos-komputer-bekasi-065117380.html/) TEMPO.CO – Kam, 21 Mar 2013 Polisi Urai Cerita Pembunuhan Bos Komputer Bekasi  


  1. Penggolongan dan Unsur-Unsurnya

Pasal 340 KUH Pidana:
“Barangsiapa sengaja dan dengan planning lebih lampau merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan planning (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling usang dua puluh tahun.”
Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 340 KUH Pidana yaitu :
  1. Barangsiapa, artinya siapapun sanggup melaksanakan hal tersebut.  Tidak mengacu pada jabatan atau hal-hal tertentu yang dimiliki individu yang melakukannya untuk berbuat.
Dalam hal ini, yang sanggup dimintai pertanggungjawabanan yaitu TD alasannya yaitu ia ialah pelaku tunggal dimana ia mengakui dirinya sudah membunuh  Imam  dan tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum penggalan III kitab undang-undang hukum pidana tersebut.
2.      Sengaja, artinya pelaku sadar akan konsekuensi dari tindakannya dan jawaban yang akan ditimbulkannya. Serta Pelaku tahu dan mengkhendaki akan konsekuensinya tetapi tetap menjalankan hal tersebut dengan tenang.
Dalam masalah ini, Pelaku mempunyai kehendak untuk membunuh korban alasannya yaitu didorong oleh motif ingin Membunuh korban karena sakit hati serta mengetahui dengan pesti konsekuensi yang timbul dari perbuatannya itu. Tindak pidana tersebut sudah diatur dalam pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana ihwal pembunuhan berencana
3.      melaluiataubersamaini planning lebih lampau, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih lampau kemudian gres diikuti dengan tindakannya
Dalam kasus, Pelaku sudah merencanakan untuk membunuh korban semenjak pertama maret 2013 didorong oleh motif ingin Membunuh korban karena sakit hati.“Dalam hal ini pelaku diberinisial TD terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada pada pasal 340 KUHP”.
Pasal 338 KUH Pidana:
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling usang lima belas tahun.”
Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 338 KUH Pidana yaitu :
  1. Barangsiapa, artinya siapapun sanggup melaksanakan hal tersebut.  Tidak mengacu pada jabatan atau hal-hal tertentu yang dimiliki individu yang melakukannya untuk berbuat.
Dalam hal ini, yang sanggup dimintai pertanggungjawabanan yaitu AS alasannya yaitu ia ialah pelaku tunggal dimana ia mengakui dirinya sudah membunuh Imam  dan tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum penggalan III kitab undang-undang hukum pidana tersebut.
  1. Sengaja, artinya pelaku mempunyai kehendak dan keinsyafan untuk mengakibatkan jawaban tertentu yang sudah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh motif. Serta sadar akan konsekuensi dari tindakannya dan jawaban yang akan ditimbulkannya.
Dalam hal ini tersangka AS terbukti menjerat korban berjulukan Imam dengan tali dalam keaddan sadar dan mengetahui dampak ang akan timbul dari perbuatannya. Serta melakukannya dengan kehendak dan kemauannya.
  1. Menghilangkan nyawa orang lain. Dalam hal ini jawaban yang terjadi yaitu terjadi hilangnya nyawa seseorang berjulukan Imam yang dibunuh dengan cara dijerat oleh oleh AS . sehingga mengakibatkan korban tewas jawaban jeratan tersebut.
“Dalam hal ini pelaku AS terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada pada pasal 338 KUHP”.
  1. Teori Tempus Delicti dan Locus Delicti

A. Teori Tempus Delicti
            Sebelum dikaitkan dengan Teori Tempus Delicti, maka pertama-tama harus mengacu pada asas legalitas yang tertera pada pasal 1 ayat 1 KUHP.
“ Tiada suatu perbuatan sanggup dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang sudah ada, sebelum perbuatan dilakukan
Dalam hal ini yang dimaksud dengan pasal diatas yaitu bahwa tidak ada suatu tindak pidana apapun yang sanggup dipidana tanpa ada peraturan tertulis yang mengaturnya terlebih lampau. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut terdapat asas aturan pidana yakni Asas legalitas  yang berbunyi “Nullum Dellictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali”. Yang artinya Tiada delik dan eksekusi tanpa suatu peraturan terlebih lampau menyebut perbuatan itu sebagai delik dan memuat suatu eksekusi yang sanggup dijatuhi hukuman.
            Berdasarkan asas Legalitas ini pasal 338 KUHP, pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana yaitu peraturan-peraturan yang sudah diatur sebelum tindak pidana pembunuhan dan pembunuhan berencana tersebut dilakukan, maka tindak pidana tersebut sanggup diproses berdasarkan pasal-pasal tersebut yakni pasal 338 KUHP, pasal 340 KUHP.
Yang dimaksud dengan Teori Tempus Delicti yaitu waktu terjadinya delik.  Teori-teorinya sebagai diberikut :
  1. Teori Perbuatan Fisik, yaitu teori yang memilih kapan suatu tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Dalam hal ini yaitu terjadinya penjeratan dengan tali  oleh AS terhadap korban pada sore hari Sabtu (16/3/13) di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng .
  2. Teori Bekerjanya Alat yang Digunakan, yaitu teori yang memilih kapan suatu tindak pidana terjadi berdasarkan waktu ketika alat bekerja. Dalam masalah ini benda/alat yang dipakai AS untuk menjerat yaitu sebuah tali yang mempersembahkan efek eksklusif terhadap korban di ketika itu juga (sore hari, Sabtu 16/3/13 ).
  3. Teori Akibat, yaitu teori yang memilih kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Pada masalah ini yaitu penjeratan yang dilakukan oleh AS atau pembunuhan berencana yang sudah direncanakan oleh TD sehingga mengakibatkan simpulan hidup korban.
  4. Teori Waktu yang Jamak, yaitu penggabungan diantara ketiga hal diatas yaitu karena memenuhi lengkap ketiga teori diatas, maka lengkaplah sudah.

B. Teori Locus Delicti
            Sebelum dikaitkan dengan Teori Tempus Delicti, maka pertama-tama harus mengacu pada asas-asas dalam kitab undang-undang hukum pidana yang diantaranya adalah, sebagai diberikut:
1.      Asas Teritorial (Pasal 2 dan Pasal 3 KUHP)
Dalam Pasal 2 kitab undang-undang hukum pidana asas-asas Teritorial berbunyi sebagai diberikut:
“Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melaksanakan perbuatan pidana di dalam Indonesia
Dan dalam Pasal 3 kitab undang-undang hukum pidana yaitu berbunyi sebagai diberikut :
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar Indonesia melaksanakan delik pidana di dalam bahtera atau pesawat udara Indonesia.”
Dalam kedua pasal diatas yang dimaksud dengan wilayah Indonesia yaitu :
  • Seluruh daratan di wilayah negara Republik Indonesia.
  • Perairan Indonesia yaitu bahari wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia ( termasuk diantaranya Sungai dan Danau)
  • Udara di wilayah indonesia
  • Kapal bahari berbendera Indonesia, yang termasuk didalamnya yaitu kapal dagang di bahari bebas dan kapal perang Indonesia di manapun.
  • Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP.
Berdasarkan Kasus diatas, tindak pidana yang terjadi yaitu di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng yang ialah daratan Indonesia sehingga dalam hal ini mempunyai syarat untuk disebut wilayah Indonesia, sehingga aturan pidana Indonesia sanggup diberlakukan dan pengadilan Indonesia-lah yang berwenang dan akan mengadili mereka.
  1. Asas Nasionalitas Aktif
            Berdasarkan asas Nasionalitas Aktif yaitu bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri masyarakat negaranya sendiri. Dalam hal ini Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempersoalkan dimana orang tersebut berada baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia berhak diadili oleh aturan negaranya. Berdasarkan masalah diatas, karena masalah yang terjadi yaitu pembunuhan dan bukan termasuk dalam kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7, maka asas ini tidak digunakan.
2.      Asas Nasionalitas Pasif (Pasal 4 KUHP)
            Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan aturan negaranya atau kepentingan nasionalnya. Dalm masalah ini Asas Nasionalitas Pasif tidak dipakai karena tidak kaitannya/menyangkut dengan kepentingan nasional Republik Indonesia. 
3.      Asas Universalitas
            Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia. Berdasarkan masalah tersebut, pembunuhan yang terjadi ialah pembunuhan yang sudah diatur dalam pasal 384, dan pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana sehingga tidak perlu dipergunakan Asas universalitas.
Sesudah memahami asa-asas dalam KUHP, Locus delicti artinya yaitu lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk menentukan
  • hukum pidana mana yang diberlakukan , apakah aturan Indonesia yang berlaku tau negara lain yang berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8 KUHP)
  • Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili masalah tersebut, kompetensi Relatif teagi atas :
ü  Kompetensi absolut adalah kompetensi Untuk memilih pengadilan apa yang berhak mengadili masalah tersebut. Dalam masalah tersebut yaitu pengadilan Umum
ü  Kompetensi relatif adalah kompetensi Untuk memilih pengadilan mana yang berhak mengadili masalah tersebut. Untuk lebih lengkapnya penentuan pengadilan ini ditentukan dengan memakai teori locus. Karena pembunuhan terjadi di kawasan di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng maka pengadilan yang berhak yaitu pengadilan negeri di wilayah Cengkareng.

Teknik memilih locus yaitu berdasarkan teori-tori Locus yaitu sebagai diberikut :
  1. Teori perbuatan fisik yaitu teori yang Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Berdasarkan masalah ini, maka lokasi terjadinya pembunuhan yaitu di di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng
  2. Teori bekerjanya alat yaitu teori yang memilih lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu ketika alat bekerja. Dalam kasus, pembunuhan dilakukan dengan menjerat memakai tali dan alat tersebut bekerja eksklusif di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng
  3. Teori munculnya jawaban yaitu teori yang memilih lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam masalah jawaban yang muncul yaitu matinya korban yaitu di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng
  4. Teori campuran yaitu Merupakan campuran lokasi dari ketiruana teori yang berdasarkan masalah terjadi pada tempat yang sama, yakni di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.
  1. Jenis-Jenis Delik
    1.   Delik Kejahatan Adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP. Dalam Kasus pembunuhan berencana ini sudah diatur dalam pasal 338 dan 340 kitab undang-undang hukum pidana yang berada dalam buku II kitab undang-undang hukum pidana ihwal kejahatan, oleh karena itu perbuatan tersebut masuk kedalam delik kejahatan dan bukan Delik pelanggaran.
    2.   Delik Materil Adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan akibatnya. Kasus yang dilakukan oleh TD dan AS tersebut ialah masalah pembunuhan yang masuk kedalam delik Materil bukan delik formil, dimana yang dilihat yaitu jawaban perbuatannya bukan pada caranya, serta selesainya tindak pidana sehabis sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan balasannya yaitu hilangnya nyawa seseorang. Sedangkan dalam delik formil yang diperhatikan yaitu sebaliknya
     3.   Delik Komisionis Adalah perbuatan aktif  yang dilarang, dan untuk pelanggarnya diancam pidana. Dalam Kasus pembunuhan ini deliknya yaitu delik komisi bukan Omisionis. karena Pembunuhan yang dilakukan yaitu tindakan aktif dari terdakwa AS yang ialah buah pemikiran terdakwa TD. Bukan delik omisi yang berupa larangan pasif.
   4. Delik dolus (kesengajaan) Adalah tindak pidanan yang dilakukan dengan suatu kehendak atau impian untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh sebuah motif. Dalam masalah pembunuhan ini pelaku TD dan AS yaitu delik dollus bukan delik culpa karena TD dan DS dengan sengaja merencanakan dan menjerat korban dan  mengakibatkan korban tewas.
    5.  Delik Biasa adalah tindak pidana yang penuntutannya sanggup dilakukan bila dilaporkan atau tertangkap tangan. Dalam hal ini Kasus pembunuhan tersebut sanggup dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak sanggup dicabut kembali dan diselesaikan dengan cara damai. bahkan tidak perlu adanya laporan alasannya yaitu polisi sanggup eksklusif menuntaskan delik tersebut.
   6.  Delik dikualivisir adalah ialah delik yang dilakukan mempunyai unsur memberatkan pidana. Terdakwa TD dalam hal ini  mendapatkan delik yang kuaalifisir,  yaitu delik yang mempunyai unsur-unsur yang dipunyai delik biasa di samping unsur keadaan yang memberatkan pidana untuk delik diperberat.  Dalam masalah tersebut, pasal 340 KUH Pidana yang mengatur ihwal pembunuhan berencana termasuk delik yang diperberat karena ada perencanaan terlebih lampau dalam selang waktu yang dimiliki. 
   7.   Delik Selesai adalah delik tersebut sudah selesai dan tidak berlanjut. Dalam hal ini pembunuhan terhadap korban selesai ketika itu juga, ketika jeratan yang dilakukan oleh terdakwa AS kepada korban atas perintah terdakwa TD selesai dan tidak dilakukan terus menerus..
  8. Delik Communaadalah delik yang sanggup dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Dalam masalah pembunuhan ini deliknya yaitu communa dan bukan propia. Dikarenakan adnya Unsur “Barangsiapa” pada pasal Pasal 338 dan  340 KUHP, sanggup dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak mempunyai kewargguagaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan.dan dalam hal ini juga tersangka AS dan TD  yaitu orang-orang yang bukan berasal dari kualifikasi atau golongan tertentu.
    9.   Delik Berdiri Sendiri adalah delik yang bangun sendiri dan tidak perlu penggabungan tindak pidana. Pada kasus, pasal yang dipakai sudahy terang terkena pembunuhan berencana.Kasus tersebut yaitu pembunuhan yang spesialuntuk dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.
    10.   Delik Tunggal adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian. Kasus tersebut yaitu pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang. .  Dalam masalah tersebut terdakwa AS dan TD spesialuntuk melaksanakan satu kali pembunuhan saja, yaitu terhadap korban.

  1. Ajaran Kausalitas
Teori kausalitas spesialuntuk sanggup diterapkan pada jenis delik tertentu saja, artinya ada beberapa delik tertentu yang memerlukan pemikiran kausalitas, yaitu :
  1. Delik Materil
  2. Delik Omisi tidak murni
  3. Delik yang diperberat/dikualifisir
            Dalam hal ini masalah tersebut memerlukan pemikiran kausalitas karena terdapat delik materil dan delik yang diperberat/dikualifisir dalam masalah tersebut.  Dalam masalah tersebut sanggup dicari hal sebab-akibat, korelasi logis antara sebab-akibat, problem filsafat yang penting, alasannya yaitu dan jawaban membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu. serius perhatian pemikiran kausalitas yaitu makna yang dilekatkan pada pengertian kausalitas semoga masalah ini sanggup terjawaban problem siapa yang sanggup dimintai pertanggung jawabanan atas suatu jawaban tertentu. Dan dalam masalah tersebutpertanggung jawabanan atas jawaban matinya korban kareana dijerat dikenakan pada terdakwa TD sebagai pelaku utama dan AS sebagai eksekutor pembunuhan.
  1. Melawan Hukum
            Bersifat melawan aturan (wederechtelijk) berarti berperihalan dengan aturan atau berperihalan dg hak orang lain (tegen eens anders recht), tanpa hak sendiri (zonder eigen recht), tidak sesuai dengan larangan atau keharusan aturan atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh aturan dan tanpa alasan yg wajar. dimana yang dimaksud aturan yaitu aturan positif (ius constitutum). Jika suatu perbuatan sudah memenuhi unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut niscaya melawan hukum.
Berikut ini ajaran-ajaran terkena sifat melawan hukum:
  1. 1. Aliran Formil
Melawan aturan dalam aliran formil melihat bahwa suatu sifat melawan aturan berarti perbuatan yang dilakukan melawan UU (hukum positif tertulis ) alasannya yaitu UU yaitu hukum. Sehingga apabila suatu kelakuan memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik kata melawan aturan ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak perlu dibuktikan) dalam undang-undang, maka kelakuan tersebut sah dikatakan sebagai tindak pidana
Berdasarkan masalah diatas , yang dipergunakan yaitu Pasal 338 dan 340 KUHP. Yang Dalam kasus, ternyata memenuhi tiruana unsur yang terdapat dalam pasal (dibuktikan dalam penggalan Unsur-Unsur Pasal 340 KUHP), maka sanggup disebut perbuatan tersebut dikatakan “melawan hukum”.
  1. 2. Aliran Materil
Sifat melawan aturan berdasarkan aliran Materil berarti tidak spesialuntuk melawan aturan tertulis, tetapi juga sebagai sesuatu yang melawan aturan yang tidak tertulis, yakni yang melawan asas-asas aturan umum yang ada dalam masyarakat. Atau dengan kata lain melawan aturan yaitu melaksanakan perbuatan yang masyarakat tidak perbolehkan.
Dalam kasus, pembunuhan yang dilakukan oleh AS dan TD juga tidak sanggup diterima oleh masyarakat. sehingga terpenuhilah unsur melawan hukum.
  1. Kesalahan dan Pertanggungjawabanan Pidana
Dalam aturan Pidana Terdapat suatu adagium terkena kesalahan yaitu “Geen straf zonder schuld” (tiada suatu eksekusi tanpa kesalahan atau tiada pemidanaan tanpa adanya kesalahan).  Kesalahan dalam arti luas yaitu dolus/kesengajaan dan culpa/kelalaian.
  1. Kesengajaan/Dolus/Opzet
Adalah perbuatan yang dilakuakan dengan willens an wetens atau dikehendaki dan diketahui berdasarkan WvT . Gradasi kesengajaan yaitu :
  • Kesengajaan dengan maksud/tujuan (opzet als oogmerk), yaitu terjadinya suatu tindakan atau jawaban tertentu yaitu perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku.
    • Kesengajaan dengan kesadaran kepastian terkena tujuan/keharusan/akibat perbuatan. (opzet bij zekerheidsbewustzijn)
    • Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan (kesengajaan bersyarat) (opzet bij mogelijkheids-bewutzijn)
Dalam hal ini masalah pembunuhan yang dilakukan TD terhadap korban tersebut dalam kesengajaan dengan tujuan, karena terjadinya jawaban tertentu yaitu simpulan hidup yang sudah direncanakan oleh TD untuk menghilangkan nyawa korban. Kematian korban yaitu perwujudan dari maksud dan tujuan TD.
  1. Kealpaan/Culpa
Adalah kesalahan sebagai jawaban kekurang hati-hatian, teledor,sembrono dsb. Dalam masalah pembunuhan tersebut sudah dibuktikan bahwa kesalahan timbul jawaban kesengajaan atau dolus bukan semata-mata kesalahan atau culpa karena dilakuakn dengan sengaja.
  1. Percobaan (Pogging)
Adalah ekspansi delik yang berarti Permulaan kejahatan yang belum selesai atau dengan kata lain tindakan tersebut tidak memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau dirumuskan.
Pasal 53 kitab undang-undang hukum pidana ayat 1 yaitu dasar aturan percobaan, yang ayatnya berbunyi sebagai diberikut:
Mencoba melaksanakan kejahatan dipidana, kalau niat untuk itu sudah ternyata dari adanya pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”.
Berikut yaitu  Syarat Percobaan yang sanggup dipidana sesuai pasal 53 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana yaitu :
  1. Niat, dalam hal ini ada dua teori yang berpandangan ihwal niat dalam pogging, yaitu:
ü  Teori Percobaan Subjektif bahwa Seseorang yang sudah mempunyai niat untuk melaksanakan tindak pidana atau menyatakan niatnya dalam tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu kerugian kepentingan aturan sesuai dengan pasal yang dipidana.
ü  Teori Percobaan Objektif bahwa Bertolak pertama kepada tindakan dari petindak yang sudah membahayakan suatu kepentingan aturan yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda beropini bahwa kitab undang-undang hukum pidana menganut teori adil.

  1. Permulaan pelaksanaan tindakan
  2. Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku
Dalam masalah pidana pembunuhan ini, tidak terjadi percobaan/poging  karena tindak pidana sudah memenuhi seluruh unsur yang ada.  Seandainya pada ketika AS hendak menjerat korban, lantas ada pengendara lain dijalur tol tersebut yang melihatnya dan menggagalkannya, maka terjadilah poging (tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku).  Ancaman hukumannya-pun dikurangi sepertiganya sesuai dengan pasal 53 KUHP.       
 seorang bos servis komputer ditemukan tewas di bagasi kendaraan beroda empat di Bandara Soekarno TATA CARA MENGANALISA KASUS PIDANA CONTOH PERTAMA

0 Response to "Tata Cara Menganalisa Masalah Pidana Pola Pertama"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel