Gagal Dalam Ujian? Apa Yang Harus Dilakukan
GAGAL DALAM UJIAN
Dunia yaitu tempatnya bencana. Barangsiapa yang tidak mengetahui hal ini, berarti ia sudah melupakan tujuan Allah swt membuat di dunia ini, “supaya dua menguji engkau, siapa di antara engkau yang lebih baik amalnya”. (QS. Al-Mulk [67]: 2) barangsiapa yang merasa frustasi dan kesabarannya habis ketika peristiwa menimpanya, berarti sudah membahayakan dirinya sendiri dan menuliskan namanya – dengan tangannya sendiri – ke dalam buku catatan orang-orang yang merugi.
Bencana yaitu cobaan atau – dalam bahasa luqman al-Hakim ketika berpesan kepada anaknya yaitu – ujian, dimana ketika itu luqman berkata, “wahai anakku, emas diuji (dibakar) dengan api dan hamba yang shlaeh diuji dengan bencana. Ketika Allah swt menyayangi suatu kaum, ia akan menguji mereka. Barangsiapa yang rela dengan ujian yang menimpanya, Allah swt akan tidha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka dengan ujian yang menimpanya, maka Allah swt akan murka kepadanya”.[1]
Orang mukmin yang melihat dunia dari sudut pandang (sebagai) peristiwa akan bersikap waspada terhadap kebaikan dan keburukannya dalam porsi yang sama. Al-allamah Fairuz Abadi, penulis engkaus al-Muhith berkata, “Allah swt menguji hambanya sesekali dengan kesenangan biar mereka bersyukur dan sesekali dengan hal yang menyusahkan biar mereka bersabar. melaluiataubersamaini demikian, karunia (minhah) dan ujian (mihnah), kedua-duanya yaitu bencana. Ujian mendorong insan untuk bersabar dan karunia mendorong insan untuk bersyukur. Menunaikan hak-hak bersabar lebih praktis dibandingkan menunaikan hak-hak bersyukur. Jika demikian, berarti karunia yaitu peristiwa terbesar (dibandingkan ujian), alasannya yaitu inilah Umar bin al-Khathab r.a berkata, “saat kami ditimpa peristiwa dengan kesusahan, kami sanggup bersabar”. Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “barangsiapa yang memperkaya (melapangkan) diri dengan dunia, sedang ia tidak tahu kalau sebetulnya dunia itu menipunya, berarti ia sudah tertipu oleh akalnya. Allah swt berfirman, “kami akan menguji engkau dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan spesialuntuk kepada kamilah engkau dikembalikan”. (QS. Al-Aniya’ [21]: 35).[2]
Berdasarkan pengetahuannya ihwal kekerabatan keimanan dengan cobaan, ar-Rafi’I berkata, “orang yang diberiman pada Allah Swt seolah-olah berkata kepadanya, ‘ujilah aku’, bila engkau yaitu seorang prajurit, bagaiman sikapmu kepada kamandanmu? Apakah keberanianmu sanggup menyuruhmu untuk berkata kepada sang komandan, ‘ujilah aku, kirim saya ke tempat manapun yang engkau kehendaki.’ Jika ia mengirimmu ke suatu tempat peperangan, kemudian engkau kembali dalam kondisi lemah alasannya yaitu terluka, anggota tubuhmu terpotong dan menjadi tidak karuan, apakah kemandanmu akan mengomentari banyak sekali luka yang menimpamu, ataukah ia akan memuji keberanianmu?”[3]
Kekuatan dogma akan kelihatan (muncul) pada ketika tertimpa bencana, bukan pada ketika sedang ruku’; dan pada ketika tertimpa musibah, bukan pada ketika sedang berdzikir. Al-Hasan al-Bashri berkata, “manusia sama dalam hal hasil. Ketika peristiwa turun, barulah terlihat perbedaan di antara mereka.”[4]
0 Response to "Gagal Dalam Ujian? Apa Yang Harus Dilakukan"
Posting Komentar