Lembaga-Lembaga Konstitusi Indonesia

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA,
Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
Dalam ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek aturan kelembagaan yang sanggup dikaitkan dengan pengertian forum atau organ negara dalam arti yang luas[1].
(i) Presiden[2];
(ii) Wakil Presiden[3];
(iii) Dewan pertimbangan presiden[4];
(iv) Kementerian Negara[5];
(v) Menteri Luar Negeri[6];
(vi) Menteri Dalam Negeri[7];
(vii) Menteri Pertahanan[8];
(viii) Duta[9];
(ix) Konsul[10];
(x) Pemerintahan Daerah Provinsi[11];
(xi) Gubernur/Kepala Pemda Provinsi[12];
(xii) DPRD Provinsi[13];
(xiii) Pemerintahan Daerah Kabupten[14];
(xiv) Bupati/Kepala Pemda Kabupaten[15];
(xv) DPRD Kabupaten[16];
(xvi) Pemerintahan Daerah Kota[17];
(xvii) Walikota/Kepala Pemda Kota[18];
(xviii) DPRD Kota[19];
(xix) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)[20];
(xx) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)[21];
(xxi) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)[22];
(xxii) Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang[23];
(xxiii) Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawaban, dan independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang[24];
(xxiv) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)[25];
(xxv) Mahkamah Agung (MA)[26];
(xxvi) Mahkamah Konstitusi (MK)[27];
(xxvii) Komisi Yudisial (KY)[28];
(xxviii) Tentara Nasional Indonesia (TNI)[29], dan
(xxix) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)[30].
(xxx) Angkatan Darat (AD)[31];
(xxxi) Angkatan Laut (AL)[32];
(xxxii) Angkatan Udara (AU)[33];
(xxxiii) Satuan pemerintahan kawasan yang bersifat khusus atau istimewa[34];
(xxxiv) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman[35], menyerupai Kejaksaan Agung[36], Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sebagainya;
(xxxv) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat[37].
Eksistensi kesatuan masyarakat aturan adat diakui dan dihormati oleh negara berdasarkan ketentuan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam legalisasi itu terkandung hak-hak konstitusionalnya sebagai subjek aturan tatguagara. Karena itu, dalam UU No. 24 Tahun 2003 ihwal Mahkamah Konstitusi[38], keberadaannya sebagai subjek aturan diakui di hadapan Mahkamah Konstitusi, yaitu dengan didiberi kedudukan aturan atau ‘legal standing’ untuk mengajukan undangan masalah pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, eksistensi kesatuan masyarakat aturan adat itu sebagai subjek hukum, tidaklah dilihat dalam sebagai forum negara, melainkan dipandang sebagai subjek aturan yang tersendiri, yaitu sebagai kesatuan masyarakat aturan adat. Keberadaan kesatuan masyarakat aturan adat ini memang berada di luar lingkup organisasi negara (state organization). Masyarakat aturan adat itu ialah ‘self governing communities’ (zelf bestuurende gemeenschappen) atau masyarakat aturan yang mengurus atau berpemerintahan sendiri. Eksistensinya berada di luar jangkauan organisasi negara. melaluiataubersamaini demikian, yang sanggup disebut sebagai organ atau forum negara dari daftar subjek aturan kelembagaan dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut di atas yaitu dari nomor (i) hingga dengan nomor (xxxiv). Namun, yang disebut dalam nomor (xxxiv) terdiri atas badan-badan, artinya lebih dari 1 (satu) tubuh atau lembaga. Karena itu, jumlah subjek aturan yang sanggup disebut sebagai organ atau forum negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu lebih dari 34 buah.
Yang sanggup dikategorikan sebagai badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yaitu lembaga-lembaga atau badan-badan yang tugasnya berkaitan dengan peradilan dan penegakan hukum, yaitu bekerjasama dengan fungsi-fungsi: (a) Penyelidikan, (b) penyidikan, (c) penuntutan, (d) pembelaan atau advokasi, (e) penyelesaian sengketa dan mediasi atau pendamaian, (f) peradilan, penghakiman dan penghukuman, (g) pemasyarakatan, (h) pelaksanaan putusan pengadilan selain pemasyarakatan, dan (i) pemulihan nama baik atau rehabilisasi, (j) pemdiberian grasi, (k) pemdiberian amnesti, (l) pemdiberian abolisi, (m) persaksian, dan (n) pemdiberian keterangan berdasarkan keahlian. Dari tiruana fungsi tersebut, yang terpenting yaitu fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Badan-badan yang sanggup melaksanakan fungsi penyelidikan pelanggaran aturan ataupun hak asasi insan yaitu (a) Kepolisian Negara, (b) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut, (c) para Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), (d) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham), (e) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), (f) Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan (g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan-badan yang sanggup menjalankan fungsi penyidikan pro-justisia yaitu (a) Kejaksaan, (b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan (c) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sedangkan badan-badan yang melaksanakan penuntutan yaitu (a) Kejaksaan, dan (b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lembaga-lembaga atau badan-badan tersebut memang tidak disebutkan secara eksplisit keberadaannya dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun, sejalan dengan prinsip Negara Hukum yang ditentukan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, lembaga-lembaga negara tersebut tetap sanggup disebut mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam aturan tatguagara (constitutional law). Apalagi, secara konstitusional keberadaanya sanggup dilacak berdasarkan perintah implisit ketentuan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sendiri yang menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”. Oleh alasannya itu, lembaga-lembaga penegak aturan yang dibuat berdasarkan undang-undang tersebut, menyerupai Kejaksaan, KPK, dan Komnasham sanggup disebut mempunyai “constitutional importance” sebagai lembaga-lembaga konstitusional di luar Undang-Undang Dasar 1945.
Lagi pula, menyerupai dikemukakan oleh A. V. Dicey[39] ataupun C. F. Strong[40], “constitutional law” itu sendiri tidak spesialuntuk bersumber pada aturan konstitusi yang tertulis, tetapi juga berdasarkan berdasarkan konstitusi yang tidak tertulis. Yang dimaksud dengan “the laws of the constitution” dalam arti yang tertulispun tidak spesialuntuk menyangkut teks undang-undang dasar, tetapi juga undang-undang tertulis juga sanggup menjadi sumber dalam aturan tatguagara (the sources of constitutional law)[41]. Oleh alasannya itu, lembaga-lembaga penegak aturan menyerupai Kejaksaan Agung, KPK, dan Komnasham, meskipun tidak disebut secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945, kedudukannya tetap mempunyai “constitutional importance” yang sama pentingnya dengan Kepolisian Negara (POLRI) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kedudukan dan kewenangannya secara khusus diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945.
Tidaklah sempurna untuk menyatakan bahwa Kepolisian lebih penting daripada Kejaksaan Agung spesialuntuk alasannya ketentuan terkena Kepolisian tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan ketentuan terkena Kejaksaan Agung sama sekali tidak tercantum secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945. Disinilah letak pentingnya ketentuan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang membuka ruang bagi diakuinya “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman [yang] diatur dalam undang-undang” sebagai lembaga-lembaga yang juga mempunyai “constitutional importance” menyerupai lembaga-lembaga lain yang keberadaannya disebut secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Namun demikian, harus diakui bahwa dari 34 atau lebih forum negara dalam daftar tersebut di atas, yang secara eksplisit disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 spesialuntuk 33 subjek, yaitu nomor (i) hingga dengan nomor (xxxiii). Dari ke-33 organ jabatan tersebut, 5 (lima) di antaranya spesialuntuk disebut sepintas kemudian dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu (i) Duta, (ii) Konsul, (iii) Angkatan Darat, (iv) Angkatan Laut, dan (v) Angkatan Udara. Yang disebut ekplisit namanya dan statusnya yaitu (a) Gubernur, (b) Bupati, dan (c) Walikota, yaitu sebagai Kepala Pemerintah Daerah, masing-masing Kepala Pemda Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Dalam legalisasi konstitusional atas status hukumnya sebagai Kepala Pemda berarti secara implisit diakui pula adanya hak dan kewenangan konstitusional yang menempel dalam kedudukan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai Kepala Pemerintah Daerah.
Di samping itu, forum penyelenggara pemilihan umum tidak disebutkan secara eksplisit namanya dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 spesialuntuk menentukan, “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Ketentuan lebih lanjut ihwal pemilihan umum diatur dengan undang-undang[42]. Artinya, rincian ketentuan terkena nama forum dan kewenangannya diatur lebih lanjut dalam undang-undang yang tersendiri, dan belum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun demikian, dalam kata “diselenggarakan” sudah terkandung kewenangan bahwa komisi penyelenggara yang kemudian oleh undang-undang didiberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu yaitu forum yang mempunyai kewenangan konstitusional untuk menyelenggarakan pemilihan umum, meskipun rinciannya masing akan ditentukan oleh undang-undang.
Lembaga lain yang sanggup pula mengakibatkan pertanyaan kritis terkena ada tidaknya kewenangan konstitusionalnya yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yaitu bank sentral. Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 spesialuntuk menentukan, “Negara mempunyai suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawaban, dan independensinya diatur dengan undang-undang”. Artinya, eksistensi bank sentral itu memang ditentukan dengan tegas dan eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi pemdiberian namanya apa, tergantung kepada pengaturannya dengan undang-undang. Meskipun demikian, sebagaimana yang diwarisi dari sejarah di masa lalu, Undang-Undang sudah menentukan bahwa bank sentral itu berjulukan Bank Indonesia.
Namun, apa dan bagaimanakah kedudukan, kewenangan, tanggungjawaban, dan independensi bank sentral itu sendiri sama sekali belum diatur secara eksplisit dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Hal itu diserahkan pengaturannya kepada undang-undang yang derajatnya di bawah undang-undang dasar. Artinya, substansi kewenangan dan tanggungjawaban belum diatur atau ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, kata “independensi” dalam ketentuan di atas mengandung makna sebagai sifat kewenangan dan kedudukan bank sentral itu sebagai forum negara. Artinya, sifat kewenangan yang independen itu sendiri haruslah dipandang sebagai sifat normatif konstitusional. Jika, misalnya, dalam pelaksanaan sifat kewenangan konstitusional yang harus independen itu di kemudian hari timbul persengketaan antar subjek aturan konstitusional yang satu dengan yang lain, maka hal tersebut mungkin saja menjadi masalah konstitusi yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi.
melaluiataubersamaini demikian, dalam masalah kewenangan bank sentral tersebut, yang menjadi pokok masalah bukanlah substansi kewenangannya yang sama sekali belum ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, melainkan yaitu masalah sifat kewenangan konstitusional bank sentral itu yang berdasarkan ketentuan Pasal 23D haruslah bersifat independen. Meskipun rincian sifat independensinya itu sendiri juga belum ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945, tetapi ketentuan Pasal 23D itu secara ekplisit sudah mengakui bahwa bank sentral itu haruslah bersifat independen. Dalam melaksanakan sifat independen itulah yang apabila timbul persengketaan dalam praktek, sanggup mengakibatkan permasalahan yang berpotensi untuk digolongkan sebagai sengketa kewenangan konstitusional antar forum negara yang menjadi salah satu bidang kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutusnya dengan putusan yang bersifat selesai dan mengikat.
Sementara itu, berkenaan dengan lembaga-lembaga negara lainnya sanggup pula diuraikan satu per satu aspek-aspek kewenangan konstitusional yang dimilikinya dan dengan kemungkinan terjadinya persengketaan dalam pelaksanaannya di dalam praktek penyelenggaraan acara bernegara. Uraian lengkap terkena hal ini sanggup dibaca dalam buku saya berjudul “Sengketa Kewenangan Konstitusional Antarlembaga Negara”[43] dan buku “Konsolidasi Lembaga-Lembaga Negara Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945”[44]. Dari uraian ringkas di atas, ingin ditegaskan disini yaitu bahwa dalam memahami prosedur sengketa kewenangan konstitusional antarlembaga negara dan pengertian-pengertian gres ihwal Lembaga Negara pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, kita tidak sanggup lagi mengandalkan pengertian-pengertian konvensional yang kita warisi dari masa kemudian ihwal forum negara yang spesialuntuk terbatas pada pengertian alat-alat perlengkapan negara dalam arti sempit.
Sekarang, dalam perspektif Undang-Undang Dasar 1945 pasca Perubahan Keempat, kita harus memahami konsepsi forum negara sebagai jabatan, organ, institusi, lembaga, ataupun tubuh yang termasuk ke dalam lingkup pengertian organisasi kenegaraan dalam arti luas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi pembuatan dan pelaksanaan norma aturan negara (law creating and law applying functions). Keberadaan organ-organ negara itu berdampingan secara sinergis dengan eksistensi organ-organ atau institusi-institusi non-negara yang tumbuh dalam lingkup organisasi masyarakat (organizations of civil society) dan badan-badan perjuangan atau organisasi dunia perjuangan (business organizations, corporate organs) yang hidup dalam dinamika pasar.
Dari 33 buah subjek organ negara yang disebut secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana diuraikan di atas, 28 di antara mempunyai kewenangan atau kewenangan-kewenangan yang bersifat konstitusional yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Kalaupun bukan substansi kewenangannya yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, sekurang-kurangnya, sifat kewenangannnya itu ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, menyerupai sifat kewenangan bank sentral yang diharuskan bersifat independen. Semua forum tersebut, termasuk 5 (lima) forum lainnya yang sama sekali belum disebutkan kewenangannya melainkan spesialuntuk disebut-sebut namanya dalam Undang-Undang Dasar 1945, sanggup dinamakan sebagai forum konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Di samping ke-33 buah forum negara tersebut di atas, ada pula lembaga-lembaga negara lainnya yang dibuat dengan atau berdasarkan undang-undang. Namun, sesuai dengan prinsip Negara Hukum berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan dalam rangka Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 terkena “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”, harus pula dicatat adanya lembaga-lembaga negara lainnya yang juga mempunyai “constitutional importance” sebagai forum negara penegak hukum. melaluiataubersamaini perkataan lain, di samping adanya lembaga-lembaga negara yang bersifat konstitusional pribadi (directly constitutional), ada pula lembaga-lembaga negara yang bersifat konstitusional secara tidak pribadi (indirectly constitutional).
Selain itu, ada pula kelompok lembaga-lembaga negara yang memang murni ciptaan undang-undang yang tidak mempunyai apa yang disebut di atas sebagai “constitutional importance”. Misalnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang juga dibuat berdasarkan undang-undang, tetapi agak jauh untuk mengaitkannya dengan prinsip “constitutional importance”. Di samping itu, ada pula lembaga-lembaga negara lainnya yang dibuat berdasarkan peraturan yang lebih rendah daripada undang-undang, menyerupai contohnya Komisi Nasional Ombudsman (KON) yang gres dibuat berdasarkan Keputusan Presiden (sekarang baca: Peraturan Presiden). Dalam praktek, ada pula beberapa forum kawasan yang sanggup pula disebut sebagai varian lain dari forum negara yang dibuat berdasarkan Peraturan Daerah. Semua itu sanggup disebut sebagai forum negara, tetapi bukan forum yang mempunyai “constitutional importance”, sehingga tidak sanggup dikategorikan sebagai forum negara yang bersifat konstitusional dalam arti luas.
Apakah lembaga-lembaga tersebut sanggup bersengketa atau forum manakah yang kepentingannya terkait dengan kemungkinan terjadinya sengketa kewenangan konstitusional antar forum negara di Mahkamah Konstitusi? Jawaban terhadap pertanyaan ini terpulang kepada masalah pokoknya, yaitu apakah ada aspek kewenangannya yang diatur secara pribadi atau setidak-tidaknya secara tidak pribadi dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan apakah kewenangan atau aspek kewenangannya itu terganggu atau dirugikan oleh keputusan-keputusan, tindakan atau pelaksanaan kewenangan konstitusional forum negara lain sehingga menyebabkannya memperoleh kedudukan aturan (legal standing) yang beralasan untuk mengajukan undangan masalah ke Mahkamah Konstitusi.
[1] Pandangan yang lebih luas lagi yaitu yang didasarkan atas pendapat Hans Kelsen yang menyatakan bahwa tiruana organ yang menjalankan fungsi-fungsi ‘law-creating function and law-applying function’ yaitu ialah organ atau forum negara. Lihat Hans Kelsen, The General Theory of Law and State. Berdasarkan pandangan Hans Kelsen ini, setiap masyarakat negara yang sedang berada dalam keadaan menjalankan suatu ketentuan undang-undang juga sanggup disebut sebagai organ negara dalam arti luas, misalnya, dikala masyarakat negara yang bersangkutan sedang melaksanakan hak politiknya untuk menentukan dalam pemilihan umum. Yang bersangkutan dianggap sedang menjalankan undang-undang (law applying function) dan juga sedang melaksanakan perbuatan aturan untuk membentuk forum perwakilan rakyat (law creating function) melalui pemilihan umum yang sedang ia ikuti.
[3] Pasal 4 ayat (2), Pasal 6, 6A, Pasal 7, 7A, 7B, 7C, Pasal 8, dan Pasal 9 Undang-Undang Dasar 1945.
[38] Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316.
[41] Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cetakan ke-2, Konpres, Jakarta, 2005.
[43] Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Antarlembaga Negara, Konpres, Jakarta , 2005.
[44] Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Lembaga-Lembaga Negara Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Konpres, Jakarta , 2005.
0 Response to "Lembaga-Lembaga Konstitusi Indonesia"
Posting Komentar